Jumat 14 Jul 2017 16:26 WIB

Jejak Penyebaran Islam di Tanah Borneo

Pulau Kalimantan akan menjadi prioritas pemerintah dalam menerapkan kebijakan satu peta (one map policy).
Foto: m.wikitravel.org
Pulau Kalimantan akan menjadi prioritas pemerintah dalam menerapkan kebijakan satu peta (one map policy).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika sultan memeluk Islam, maka Islam lah seluruh rakyatnya. Mungkin kaedah tersebut tak hanya terjadi di kerajaan-kerajaan Islam di tanah Jawa. Pentingnya kedudukan sultan di tengah masyarakat Banjar juga membuat kaedah tersebut berlaku di tanah Borneo. Sejak berdiri, Kesultanan Banjar memang telah memiliki ikatan kuat dengan Kesultanan Demak di Jawa.

Hal tersebut rupanya berdampak besar bagi pembentukan Kesultanan Banjar. Dalam laman Melayu Online, mengutip dari Hikayat Banjar, disebutkan, sistem pemerintahan Ke sultanan Banjar memiliki banyak kemiripan dengan sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan di Jawa. Sistem tersebut terutama kondisi di mana istana merupakan miniatur kosmos dengan sultan sebagai intinya.

Dengan gaya pemerintahan tersebut, kedudukan sultan menjadi sangat penting bagi rakyatnya. Hal tersebut pun berdampak positif dalam penyebaran Islam yang dilakukan Kesultanan Banjar. Maka makin luas kekuasaan kerajaan, makin luas pula agama Islam itu diterima.

Dalam situs resmi Kesultanan Banjar disebutkan luasnya wilayah kekuasaan Banjar. Wilayah tersebut menggeser seluruh posisi kerajaan Hindu di Kalimantan Selatan. Wila yah inti kesultanan meliputi lima negeri besar. Kelima negeri tersebut yakni Kuripan (Amuntai), Daha (Nagara-Margasari), Gagelang (Alabio), Pudak Sategal (Kalua) dan Pandan Arum (Tanjung).

Mengutip Hikayat Banjar, sejak zaman pemerintahan kerajaan Hin du, wilayah yang termasuk mandala Kerajaan Banjar meliputi kawasan Barat hingga negeri Sambas (Kerajaan Sambas kuno), kemudian kawasan ujung timur hingga negeri Karasikan (Kerajaan Tidung kuno). Seluruh kawasan tersebut lebih kurang sama dengan wilayah Borneo- Belanda.

Dilihat dari wilayah kekuasaannya, maka nampak jelas meluasnya penyebaran Islam di Kalimantan. Belum lagi melihat suku Banjar yang merupakan kelompok masyarakat Melayu terbanyak di Kalimantan. Bahkan dibanding para pendatang, suku Banjar telah menguasai wilayah Kalimantan lebih dahulu. Maka tugas sebagai juru dakwah pun dipegang oleh mereka.

“Kesultanan Banjar mengalami masa kejayaan pada abad ke-17, yang pada masa itu belum banyak suku pendatang mendominasi seperti saat ini seperti suku Jawa, Bugis, Mandar, Arab dan Cina,” tulis web resmi Kesultanan Banjar.

Sebagai penyebar Islam di Kalimantan, Kerajaan Banjar juga memiliki ulama ternama yang menjadi ujung tombak dakwah. Tak sedikit ulama yang lahir dari Banjar kemudian menjadi dai nusantara.

Disebutkan Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam “Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Islam di Indonesia, pada abad ke-18 tercatat ada seorang ulama besar di Kerajaan Banjar. Ulama tersebut yakni Muhammad Arsyad bin Abdullah Al Banjari (1710-1812). Dia lahir di Martapura. Sang ulama dikirim dan dibiayai pihak kesultanan untuk menempa ilmu agama ke tanah suci. Saat itu Kesultanan Banjar tengah dipimpin Sultan Tahlil Allah. Saat pulang dari tanah suci, sang ulama pun ditugasi menyebarkan dakwah Islam di Banjarmasin.

Kedudukan Islam sendiri bagi kerajaan Banjar sangatlah penting. Kesultanan Banjar menjadikan Islam sebagai agama negara. Hukum Islam ditegakkan. Bahkan secara politis, islamnya Kesultanan Banjar telah membawa kemajuan bagi kerajaan tersebut.

Menurut Hikayat Banjar, hubungan baik dengan kesultanan Islam Demak telah memberikan keuntungan dengan pengamanan dari ancaman pedalaman Kalimantan. Islam sebagai agama negara juga menjadikan Kesultanan Banjar da pat menjalin hubungan erat dengan berabagai kerajaan Islam di nusantara.

Disarikan dari Islam Digest Republika

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement