Sabtu 15 Jul 2017 08:39 WIB

Pesat, Perkembangan Sekolah Islam Terpadu

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agung Sasongko
SDT Bina Ilmu dan Penerbit Luxima menggelar acara Mendongeng Ceria Bersama Kak Ito dan Bazaar Buku Anak Muslim.
Foto: ROL/Agung Sasongko
SDT Bina Ilmu dan Penerbit Luxima menggelar acara Mendongeng Ceria Bersama Kak Ito dan Bazaar Buku Anak Muslim.

REPUBLIKA.CO.ID, Sekolah Islam ter padu (SIT) saat ini menjadi salah satu lembaga pendidikan yang mendapat sam butan luas dari masyarakat Muslim Indonesia. Itu dibuktikan dengan semakin banyaknya orang tua yang me nye kolahkan anak-anak mereka di berbagai jenjang SIT, mulai TK, SD, SMP, hingga SMA. Hing ga kini, ada ribuan sekolah Islam Terpadu yang berhimpun di ba wah naungan Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT). Angka ini belum termasuk sekolah-sekolah Islam swasta yang berada di luar JSIT.

Ketua Umum Jaringan Seko lah Islam Terpadu (JSIT) Indo nesia Sukro Muhab mengatakan, konsep penyelenggaraan SIT se benarnya berawal dari keberada an lima satuan sekolah dasar yang berdiri pada 1993 di wilayah Jakarta dan sekitarnya (Jabode ta bek). Kelima sekolah itu adalah SDIT Nurul Fikri Depok, SDIT al-Hikmah Jakarta Selatan, SDIT Iqro Bekasi, SDIT Ummul Quro Bogor, dan SDIT al-Khayrot Ja kar ta Timur. "Sejak saat itu, seko lah Islam terpadu terus bermun culan dan berkembang pesat di seluruh Indonesia," ujarnya ke pada Republika, Rabu (12/7).

Pada 31 Juli 2003, Dr Fahmy Alaydroes yang ketika itu menjabat ketua Yayasan Pendidikan Nurul Fikri merintis pendirian JSIT. Tujuan dari pembentukan organisasi itu sendiri adalah seba gai wadah berhimpunnya seko lah-sekolah Islam yang memiliki filosofi, konsepsi, dan aplikasi yang sama dalam penyelenggara an pendidikan. Sukro mengung kapkan, pada awal pendiriannya, ada 426 unit sekolah yang berga bung dalam JSIT Indonesia. Kini, setelah hampir 14 tahun berlalu, jumlah sekolah yang terdaftar se bagai anggota organisasi itu mencapai 2.418 unit. Adapun jumlah tenaga pengajar SIT yang tercatat di JSIT saat ini hampir mendekati angka 80 ribu orang.

"Sementara, jumlah siswa SIT yang terdaftar dalam database kami sekarang berkisar satu juta orang. Kalau ditambah dengan jumlah alumni SIT yang lulus se panjang 10 tahun terakhir, tentu angkanya akan lebih besar lagi," tuturnya. Untuk mengontrol kua litas pendidikan SIT, kata Sukro, ada standar mutu yang diterapkan JSIT terhadap para anggota nya. Di antaranya mencakup be berapa standar yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendi dikan dan Kebudayaan (Kemen dikbud), seperti standar isi (SI), standar kompetensi kelulusan (SKL), standar pengelolaan, stan dar keuangan, standar sarana dan prasarana, serta standar tenaga pendidik.

"Di luar itu, kami juga menerapkan tiga standar mutu lain di SIT, yaitu standar pendidikan aga ma Islam (PAI), standar kerja sama, dan standar pembinaan ke siswaan. Tiga standar tambahan ini sangat berguna dalam proses pembentukan karakter siswa di luar kelas," ucap Sukro.

Dia menjelaskan, ada tiga ku ri kulum yang dipakai oleh seko lah-sekolah yang tergabung da lam JSIT. Ketiga kurikulum itu ada lah kurikulum nasional Ke men dikbud, kurikulum ke-IT-an (pengayaan pendidikan agama), dan kurikulum global. "Kuriku lum global di sini mencakup ma teri tambahan seperti pelajaran Bahasa Inggris dan Bahasa Arab yang diberikan kepada setiap siswa sejak dini," ujarnya.

Sukro pun menampik pan dang an sebagian masyarakat yang menganggap biaya pendi dik an di SIT jauh lebih mahal da ri sekolahsekolah lainnya. Menu rut dia, biaya pendidikan di seko lah negeri sebenarnya justru lebih tinggi bila dibandingkan sekolah swasta se macam SIT. Bedanya, kegiatan pen didikan di sekolah negeri sepe nuh nya dibiayai oleh pemerintah, sedangkan sekolah swasta tidak.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement