Selasa 18 Jul 2017 12:59 WIB

Presiden Hormati Proses Hukum KPK Terhadap Setnov

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Agus Yulianto
Staff Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi mendatangi Gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/11).
Foto: Republika/ Wihdan
Staff Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi mendatangi Gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengetahui mengenai penetapan ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP-Elektronik. "Pemberitaan yang banyak disiarkan oleh media massa sudah pasti didengar juga oleh Presiden," kata Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi.

Johan menyampaikan, meski KPK telah menetapkan Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka, Presiden tidak memiliki kewenangan apapun atas hal tersebut. Penetapan ini murni oleh KPK. "Presiden selalu menyampaikan bahwa kita semua harus menghormati proses hukum. Saya kira itu," ujar Johan di Istana Negara, Selasa (18/7).

Dengan penetapan Setnov sebagai tersangka, berarti dua kepala di lembaga legistlatif di mana sebelumnya ketua DPD Irman Gusman juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus monopoli pengurusan kuota gula impor.

Menurut Johan, penetapan tersangka kepada siapapun termasuk kedua petinggi lembaga legislatif ini adalah hak dari KPK. Sebab, lembaga independen ini memang miliki tugas untuk melakukan pemberantasan korupsi. Kewenangan KPK dalam menjalankan tugas telah diamanatkan dalam UU, yatu melakukan pengusutan selain pencegahan terhadap tindak pidana korupsi (tipikor).

"Dan apa yg dilakukan KPK, ya kita semua harus menghormati, termasuk presiden menghormati proses hukum. Saya kira tidak hanya pada KPK, kepada semua yg berkaitan dengan hukum harus dihormati lah prosesnya," ujar Johan.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan KTP-Elektronik yang diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun. "KPK tetapkan saudara SN, anggota DPR RI sebagai tersangka karena diduga menguntungkan diri sendiri, atau korporasi, sehingga diduga merugikan negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Senin (17/7).

Setya sebelumnya telah diperiksa oleh KPK terkait dugaan korupsi KTP-Elektronik. Dia diduga memiliki peran dalam proses penganggaran atau pengadaan barang dan jasa. Ketua Umum Partai Golkar ini juga diduga telah mengondisikan pemenang pengadaan KTP-Elektronik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement