REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebanyak 45 senator dan 237 anggota kongres Amerika Serikat (AS) telah menandatangani persetujuan rancangan undang-undang (RUU) "Anti-Boikot Israel". Bila diratifikasi, UU tersebut akan mengriminalisasikan individu atau badan asal AS yang memboikot produk barang serta jasa dari Israel.
Dalam RUU Anti-Boikot Israel tersebut diatur tentang sanksi yang akan didapat bila seseorang atau badan yang terlibat perdagangan antarnegara mendukung pemboikotan barang dan jasa Israel. Sanksinya adalah berupa denda sebesar 250 ribu dolar AS.
RUU yang dilaporkan dirancang dengan bantuan Komite Urusan Publik Israel Amerika (AIPAC) telah menerima dukungan bipartisan yang meluas. Bahkan, senator berpendukung liberal seperti Kristen Gillibrand dari New York, Maria Cantwell dari Washington, dan Adam Schiff dari Massachusetts telah menandatangani RUU tersebut.
Kalangan konservatif seperti Senator Ted Cruz dari Texas dan Marco Rubio dari Florida juga telah membubuhkan tanda tangan persetujuan pada RUU Anti-Boikot Israel. Namun, ketika ditanya oleh The Intercept tentang dukungan terkait, banyak legislator yang tampak tidak terbiasa dengan rinciannya.
Senator Demokrat Gary Peters dari Michigan, misalnya, hanya menanggapi dengan bertanya "Apa undang-undangnya?".
American Civil Liberties Union (ACLU) menilai, RUU tersebut nantinya akan menjatuhkan hukuman perdata dan pidana kepada individu semata-mata karena kepercayaan politik merekan mengenai Israel dan kebijakannya. Menurut ACLU, RUU ini bertentangan dengan prinsip utama Amandemen Pertama. "
Singkatnya, RUU tersebut akan menghukum bisnis dan individu karena sudut pandang mereka (terhadap Israel). Sanksi semacam itu benar-benar melanggar Amandemen Pertama," kata ACLU seperti dilaporkan laman the Guardian.
Namun, klaim ACLU tersebut ditentang oleh Senator Benjamin Cardin, yang notabene sponsor utama RUU tersebut. "Kami sangat peka terhadap kebebasan berbicara. Kami sangat peka terhadap orang-orang yang memiliki pandangan berbeda. Kami sama sekali tidak berupaya mempertimbangkan perbedaan antara Palestina dan Israel," ujarnya.
AS diketahui sejak lama membela Israel dalam sengketa teritorial di Timur Tengah, khususnya ketika militer Israel mulai menganeksasi wilayah Palestina. Posisi ini berlawanan dengan PBB yang mengklaim bahwa permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki tidak memiliki legalitas dan merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional.