Ahad 23 Jul 2017 19:39 WIB

'Penanganan Kekerasan Seksual di Sumut Masih Buruk'

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Qommarria Rostanti
Kekerasan seksual terhadap anak (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Kekerasan seksual terhadap anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Kasus kekerasan seksual pada anak perempuan di Sumatera Utara (Sumut) dinilai masuk dalam kategori sangat buruk. Bahkan, beberapa korban diantaranya justru disalahkan dan diasingkan, sementara pelaku dibiarkan berkeliaran.

Penanggungjawab Women Crisis Center (WCC) Sinceritas-Perkumpulan Sada Ahmo (Pesada), Dina Lumbantobing, mengatakan dalam kurun waktu enam bulan dari Januari hingga Juni 2017, ada 17 dari 81 kasus yang ditangani langsung oleh WCC Sinceritas-Pesada adalah kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Umur para korban mulai dari 3 sampai 17 tahun. "Kasus sebagian besar di pedesaan ataupun kota kecil, dengan rentang umur 3 sampai 16 tahun. Penanganan beragam, tetapi sedikit yang betul-betul sesuai UU Hak Anak Nomor 35 Tahun 2014," ujar Dina dalam keterangan tertulisnya, Ahad (23/7).

Para pelakunya, kata dia, mulai dari ayah tiri, paman, tetangga, pacar, ataupun orang-orang lain yang dekat dengan korban atau keluarga korban. Sebagian kecil pelaku adalah anak laki-laki.

"Ada satu contoh kasus Anak X. Ia adalah anak perempuan penyandang difabel berusia 13 tahun yang diperkosa berulang oleh beberapa laki-laki, baik anggota keluarga, maupun tetangga. Hanya ketika anak X hamil, baru kasus ini terbuka," ujarnya.

Dina menyebut, proses hukum berjalan lambat. "Masyarakat bahkan menganggap keluarga ini lebih pantas diusir dari desa," kata dia.

Ada lagi seorang anak perempuan berusia 17 tahun yang diperkosa pamannya. Lalu dia dipaksa menikah dengan seorang laki-laki tua, hanya untuk menyelamatkan nama masyarakat setempat. Menurut Dina, ini adalahb sebuah ironi yang sebenarnya bersifat kriminal, dan kejahatan yang melawan UU tepatnya UU Hak Anak pasal 76E. Di dalamnya disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Pihaknya mengimbau Pemerintah Provinsi Sumatra Utara segera menunjukkan kemauan politisnya untuk mengurus dan bertanggung jawab terhadap pelanggaran hak-hak anak, khususnya anak perempuan melalui ketersediaan anggaran, mengaktifkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) dan berbagai upaya lainnya sesuai tugas.

WCC Sinceritas-Pesada pada dasarnya adalah institusi yang khusus menangani perempuan usia dewasa. Tetapi kondisi Sumut yang kekurangan sumber daya dalam menangani anak perempuan, membuat institusi tersebut juga menangani kasus anak-anak perempuan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement