REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Shalat Jumat merupa kan waktunya umat Islam berkumpul. Muslim di berbagai penjuru dunia akan menuju masjid untuk menunaikan ibadah berjamaah yang dilakukan setiap pekan itu. Banyaknya manusia yang menu naikan shalat Jumat tidak jarang ditangkap sebagai peluang bisnis bagi para pedagang.
Di pelataran masjid, mereka justru menggelar lapak untuk menjajakan dagang annya kepada para jamaah. Di Jakarta, Masjid Agung Sun da Kelapa menjadi salah satu magnet bagi pedagang "kagetan" ini. Beragam barang dijajakan. Contohnya, aneka jenis makanan, pakaian, kopiah, tasbih, parfum, hingga barang-barang elektronik.
Dikutip dari laman harnas.co, Yanto, salah satu pedagang di mas jid tersebut menuturkan, om zet yang didapatkan dari hasil berdagang di masjid bisa mencapai Rp 700 ribu. Pendapatan itu pun diraih hanya dalam rentang waktu tiga jam. Dari pukul 11.00 WIB hingga 14.00 WIB. Pedagang kaos ini pun tidak harus menyewa lapak. Yanto hanya membayar Rp 5 ribu untuk kebersihan dan Rp 2.500 untuk infak masjid.
Di dalam Alquran tertera perintah untuk menyegerakan shalat Jumat dan meninggalkan jual beli. Perintah untuk shalat Jumat ada pada QS al-Jumuah: 9. "Hai orangorang yang beriman, apa bila di seru untuk menunaikan sha lat pa da hari Jumat, maka ber segeralah kalian kepada meng ingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik ba gi kalian jika kalian mengetahui." Imam Ibnu Katsir menjelas kan dalam tafsirnya bahwa hari Ju mat dinamakan Jumu'ah kare na berakar dari kata al-jam'u, meng ingat kaum Muslimin mela kukan perkumpulan setiap tujuh hari sekali di dalam masjid-mas jid besar.
Pada hari ini juga, semua makh luk telah sempurna diciptakan. Pada Jumat, Allah menciptakan Adam, memasukkannya ke surga dan mengeluarkannya dari surga. Ibadah Jumat sebenarnya pernah diwajibkan Allah kepada Yahudi dan Nasrani. Seperti apa yang disampaikan dalam hadis yang dirawikan Abu Hurairah Ra dan diriwayatkan dalam Bukhari dan Muslim. Nabi bersabda jika Jumat adalah hari yang telah di wajibkan untuk mereka (Yahudi dan Nasrani) oleh Allah atas me reka. Namun, mereka berselisih pendapat mengenainya. "Dan Allah menunjuki kita padanya, maka orang-orang lain mengikut kita padanya; orang-orang Yahu di besok dan orang-orang Nasrani sesudah besok." (HR Bukhari dan Muslim).
Pentingnya hari Jumat bagi umat Islam tampak pada diwajib kannya shalat Jumat bagi kaum laki-laki yang baligh. Karena itu, kaum Muslimin diminta untuk bersegera apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Ju mat. Menurut Imam Ibnu Kat sir, seruan yang dimaksudkan dalam QS al-Jumuah:9 tersebut adalah seruan yang biasa dilakukan di hadapan Rasulullah SAW apabila dia keluar dari rumahnya dan duduk di atas mimbar. Pada saat itu, azan diserukan di hadapannya. Hal yang sama dilakukan ketika Abu Bakar Ra dan Umar Ra menjadi khalifah.
Sementara, Amirul Mukminin Utsman bin Affan Ra menambah kan seruan sebelum imam duduk ke mimbar. Azan tersebut dikumandangkan mengingat banyak nya kaum Muslimin ketika itu. Azan diserukan di atas az-Zaura, yakni di atas semua rumah tertinggi di dekat masjid di Madinah.
Sementara itu, perintah untuk menyegerakan shalat Jumat yang dimaksud pada QS al-Jumuah:9 yakni mementingkan dan merealisasinya. Bukan bersegera yang di taf sirkan dengan jalan cepat. Ibnu Katsir pun menukil kembali se buah hadis di dalam kitab Sahi hain jika Nabi SAW justru mela rang perbuatan berjalan tergesagesa ke masjid. ".. Apabila kamu men datangi tempat shalat, maka berjalanlah dan langkahkanlah kakimu dengan tenang. Apa saja ba gian shalat yang kamu jumpai, kerjakanlah dan apa yang terle wat kan olehmu, sempurnakanlah."
Menurut Imam Syafi'i dalam al-Umm, waktu shalat Jumat ada lah antara tergelincirnya ma ta hari (zawal) sampai akhir wak tu shalat Zuhur. Imam Syafi'i men jelaskan, kumandang azan akan menjatuhkan hukum wajib bagi siapa pun yang wajib melaksanakan shalat Jumat untuk me ninggalkan perniagaan. Menurut Imam Syafi'i, azan tersebut ada lah azan yang dikumandangkan setelah tergelincirnya matahari dan setelah imam duduk di mim bar.
Apabila muazin mengumandangkan azan sebelum imam du duk di mimbar setelah matahari tergelincir, azan tersebut tidak menjatuhkan larangan perniaga an. Contohnya, ketika azan yang dikumandangkan saat imam su dah duduk di mimbar. Dalam hal ini, Imam Syafi'i merujuk pada azan satu kali yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Apabila ada dua orang yang tidak diwajibkan shalat Jumat ke pada mereka lalu mereka me lakukan transaksi jual beli pada waktu dilarangnya perniagaan pada Jumat, Imam Syafi'i tidak menyatakan bahwa jual beli itu makruh. Sebab, kedua pihak ti dak diwajibkan melaksanakan shalat Jumat. Menurut Imam Sya fi'i, Allah SWT melarang me lakukan perniagaan untuk orang yang memang melaksanakan sha lat Jumat.
Apabila jual beli terjadi anta ra satu orang yang tidak wajib melaksanakan shalat Jumat dan orang yang wajib melaksanakannya, Imam Syafi'i menyatakan hal tersebut berhukum makruh. Me nurut Imam Syafi'i, semesti nya pihak yang tidak wajib mela kukan shalat Jumat membantu orang yang wajib melaksanakan shalat Jumat untuk meninggal kan itu. Meski demikian, Imam Syafi'i tidak menyatakan bahwa perniagaan tersebut merupakan jual beli yang rusak (fasakh).
Meski ada larangan untuk ber niaga pada shalat Jumat, Imam Syafi'i tidak melarang dan memakruhkan jual beli pada hari Jumat sebelum matahari tergelincir atau setelah shalat Jumat sele sai. Imam Syafi'i pun menjelas kan, larangan untuk berniaga pa da shalat Jumat agar orang segera mendatangi tempat shalat Jumat. Bukan disebabkan perniagaannya yang diharamkan.
"Bukankah Anda tahu bahwa jika ada seseorang yang teringat bahwa dia belum melakukan sha lat tertentu, dan pada saat itu ha nya tersisa waktu yang sekadar cukup baginya untuk melakukan shalat itu, tetapi kemudian dia melakukan jual beli di waktu yang sempit itu; maka dia sudah ber maksiat dengan kesibukannya berjual beli sehingga tidak sem pat melaksanakan shalat sampai ha bis waktunya." Wallahu a'lam.