Jumat 28 Jul 2017 19:45 WIB
UU Pemilu

KPU tak Pernah Diajak Bahas Pasal Kotak Suara Transparan

Rep: Dian Erika N/ Red: Andri Saubani
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, mengatakan DPR tidak pernah mengajak pihaknya membahas secara serius mengenai keberadaan pasal 341 ayat 1 huruf A Undang-undang (UU) Pemilu. KPU akan memastikan dahulu isi dari pasal yang diduga diselundupkan itu.

"Pertama, KPU harus memastikan ya isi pasal-pasal itu nanti setelah UU diundangkan. Bahwa ada pasal (selundupan), sepanjang yang saya ingat KPU tidak pernah diajak bicara serius tentang pasal itu," ujar Arief kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/7).

Arief menduga bahwa DPR sekilas pernah mempertanyakan. Namun, pasal yang membahas ketentuan teknis mengenai kotak suara itu bukan menjadi fokus pembahasan antara KPU dan DPR. "Karena KPU kalau diundang seingat saya pembahasannya terkait dengan hari pemungutan suara, cara menghitung hasil pemungutan suara, cara merekap, daerah pemilihan, konversi suara, itu saja hal pokoknya," lanjut Arief.

Namun, Arief menuturkan jika ada sejumlah alternatif untuk menindaklanjuti pasal itu. Pertama, jika KPU diminta untuk membuat kotak suara yang transparan, maka harus dipikirkan rincian transparan itu dari bagian yang mana.

"Apakah semua sisi harus transparan, dua sisi harus transparan, tiga sisi atau satu sisi saja yang transparan. Nanti kita coba formulasikan dengan tetap berpedoman kepada prinsip efektif dan efisien dalam pengadaan logistik pemilu, " jelas Arief.

Kedua, KPU pun akan memikirkan apakah desain kotak suara dapat disimpan dengan mudah dan dapat didistribusikan dengan mudah. "Jadi ketika kita mengadakan logistik yang harus dipertimbangkan itu banyak, bukan hanya pada saat beli dan digunakan tapi juga pada saat menyimpan digunakan lagi itu juga harus dipertimbangkan," ungkap Arief.

Lebih jauh dia menjelaskan bahwa sebagian kotak suara yang sudah ada masih bisa digunakan. Adapun jika mengacu kepada pemilu terdahulu, jumlah TPS di seluruh Indonesia lebih dari 500 ribu titik dengan jumlah pemilih di satu TPS pada pilpres sebanyak 800 orang dan pemilih pada pileg sebanyak 500 orang.

Namun, lanjut dia, 800 orang dalam satu TPS untuk pilpres dinilai terlalu padat. Terlebih, ada lima jenis surat suara yang dijadikan satu dalam Pemilu 2019. Karena itu, KPU mmembuat simulasi jumlah pemilih di TPS pada Pemilu 2019 sekitar 300 - 400 orang. Dengan demikian, dipastikan akan ada penambahan jumlah TPS.

Arief mengatakan bahwa, penambahan tidak sampai dua kali lipat dari jumlah TPS sebelumnya."Kalau dulu 800 orang kemudian sekarang 400 orang, karena dulu kan sudah ada juga pemilih pemilih yang jumlahnya sebetulnya di TPS itu ya 300 orang- 400 orang itu. Tapi pasti akan ada penambahan jumlah TPS menjadi sekitar 600-700 ribu TPS nantinya, " papar Arief.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement