REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Hampir 500 orang yang ditangkap setelah kudeta yang gagal tahun lalu di Turki muncul di pengadilan.
Massa yang kebanyakan mengalami kehilangan anggota keluarga akibat upaya kudeta tersebut mencemooh sejumlah terdakwa yang datang dengan tangan diborgol. Disorot kamera TV, para terdakwa satu per satu tampak dikawal ke pengadilan oleh polisi dan penjaga bersenjata.
Pengadilan berfokus pada peristiwa di pangkalan udara Akinci yang diduga merupakan markas besar para pemberontak. Persidangan berlangsung di ruang sidang yang dibangun di luar ibukota Ankara.
Terdakwa menghadapi tuduhan berupaya melakukan upaya menghabisi presiden hingga pembunuhan. Saat beberapa dari terdakwa tiba di pengadilan, pengunjuk rasa berteriak, "Kami menginginkan hukuman mati!".
Seperti dilansir BBC, Rabu, (2/8), beberapa pengunjuk rasa memiliki kerabat yang tewas atau terluka dalam usaha kudeta tersebut. Mereka mencaci maki para tersangka.
Dalam insiden percobaan perebutan kekuasaan pada Juli 2016 itu 249 warga sipil tewas. Kepala militer Jenderal Hulusi Akar dan perwira senior lainnya disandera di markas selama beberapa jam pada malam menjelang kudeta tersebut berlangsung.
Persidangan tersebut merupakan yang terbesar. Siapapun yang terbukti terlibat kudeta diperkirakan akan menjalani hukuman penjara seumur hidup. Meskipun Turki menghapuskan hukuman mati pada tahun 2004, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengusulkan sebuah referendum mengenai masalah tersebut dalam pidatonya setelah memenangkan pemungutan suara untuk memperluas kekuasaannya pada bulan April.
Presiden semakin mendukung reintroduksi hukuman mati sejak terjadi kudeta yang gagal. Namun Uni Eropa menyatakan tindakan semacam itu akan efektif mengakhiri perundingan Turki untuk bergabung dengan blok tersebut. N dyah ratna meta novia