REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Prof M Muzakir mengatakan keputusan deportasi 148 warga negara Cina dan Taiwan terkait kejahatan siber sah dilakukan. Dia mengatakan, dalam hal ini kedua pemerintah telah melakukan ekstradisi tersangka kriminal kepada negara asing.
"Itu tergantung perjanjiannya antara kedua negara. Boleh saja dipulangkan atau diekstradisi artinya bisa diproses secara hukum di Cina berdasarkan bukti yang ada di Indonesia," kata Muzakir kepada Republika.co.id, di Jakarta, Jumat (4/8).
Namun, Muzakir menilai, deportasi tersangka atas suatu kasus memberikan kesan yang kurang bagus bagi Indonesia. Sebab, kata dia, ratusan tersangka itu telah melanggar hukum di negara ini, meski korban berasal dari negara lain. "Tapi tetap saja mereka itu sudah melakukan yang namanya kejahatan lintas negara," ujar Muzakir.
Dia mengatakan, pemerintah seharusnya lebih berhati-hati terkait konteks ekstradisi ini. Dia menilai proses hukum diperlukan bagi para tersangka agar tidak menimbulkan kesan mereka terlindungi dari tuntutan hukum. "Takutnya Indonesia menjadi sarang dan bisa merembet kepada kejahatan lain yang terus berkembang kalau pemerintah tidak waspada," kata Muzakir.
Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, menilai kepolisian terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa mereka melakukan kejahatan siber dari Indonesia untuk menipu di Cina. Menurut dia, bisa saja, kejahatan tersebut juga dilakukan di Indonesia dan membuat kerugian di Indonesia.
"Kalau itu fenomena gunung es bagaimana. Di tempat-tempat lain mereka juga kan bisa melakukan itu, bisa saja mereka melakukan kejahatan di sini," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kepolisian mengamankan 148 warga negara asal Cina dan Taiwan yang telah melakukan penipuan siber dari Indonesia terhadap warga negara mereka masing-masing. Penangkapan itu dilakukan pada tiga tempat berbeda, yakni di Bali, Surabaya dan Jakarta.