REPUBLIKA.CO.ID,YERUSALEM -- Kementerian Komunikasi Israel pada Ahad (6/8) mengumumkan akan menutup kantor lokal Aljazeera, setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menuduh lembaga penyiaran televisi berita yang berpusat di Qatar tersebut menyebar hasutan. Namun, tampaknya untuk takkan menjadi penutupan selamanya, sebab beberapa langkah hukum diperlukan sebelum penutupan tersebut dapat dilakukan.
Menteri Komunikasi Israel Ayoub Kara mengatakan dalam satu taklimat bahwa ia bermaksud meminta Kantor Pers Pemerintah, badan resmi yang bertugas mengeluarkan kartu pers, agar mencabut izin buat wartawan Aljazeera yang berpusat di Israel. Kara juga mengatakan ia telah menyetujui penyedia satelit dan televisi kabel lokal serta meminta mereka memutus siaran stasiun televisi tersebut.
Menteri itu, sebagaimana diberitakan Xinhua, mengatakan ia memutuskan untuk melakukan tindakan terhadap Aljazeera tersebut sebab stasiun televisi itu "mendukung teror". Ia menuduh Aljazeera "menghasut kerusuhan yang telah mengakibatkan kerugian di kalangan putra terbaik kami". Ia merujuk kepada serangan 14 Juli di luar kompleks Masjid Al-Aqsha di Yerusalem Timur sehingga menewas dua polisi Yahudi. "Kami akan menetapkan berbagai langkah untuk memperlihatkan perang kami melawan teror dan kelompok radikal," katanya.
Netanyahu mengucapkan selamat kepada Kara di akur Twitternya. Ia men-Tweet bahwa menteri itu bertindak "atas instruksi saya dan melakukan langkah nyawa guna mengakhiri hasutan Aljazeera" di Israel. Pada Juli, Aljazeera menyatakan stasiun televisi tersebut akan melakukan langkah hukum yang diperlukan jika Israel bertindak untuk melarangnya.
Foreign Press Association di Israel mengecam tindakan yang direncanakan itu. "Mengubah hukum untuk menutup satu organisasi media karena alasan politis adalah lereng yang licin," kata Glenys Sugarman, Sekretaris Pelaksana bagi kelompok itu, kepada Times of Israel.