REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti The Indonesian Institute (TII) Arfianto Purbolaksono mengatakan keberadaan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal berdampak pada citra Presiden Joko Widodo. Secara tidak langsung, keberadaan pansus bisa menurunkan elektrabilitas Jokowi pada Pemilihan Presiden 2019.
Anto mengatakan Jokowi memang masih menjadi sosok kuat di Pilpres 2019. Namun, kehadiran Pansus Hak Angket terhadap KPK akan mempengaruhi citra Jokowi sebagai orang nomor satu di negeri ini.
Apalagi selama ini, menurut dia, Joko Widodo sebagai presiden tidak pernah memberikan pernyataan tegas terkait Pansus tersebut. "Sudah pasti ini akan mempengaruhi presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019. Apalagi jika isu ini digunakan oleh pesaing-pesaing Jokowi di Pilpres 2019," kata dia saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (7/8).
Anto berpendapat setelah ditinggal Gerindra, kini anggota Pansus Hak Angket tinggal enam partai, yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Nasdem, PPP, Hanura, dan PAN. Praktis, dia menerangkan, anggota Pansus Hak Angket KPK yang tersisa hanyalah partai-partai pendukung pemerintah.
Tentu saja, masyarakat akan menilai bahwa Pansus Hak Angket KPK memiliki kepentingan politik. Apalagi alasan Partai Gerindra keluar dari Pansus karena tidak memenuhi syarat yang sesuai Tata Tertib DPR dan UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Dia menambahkan setelah Gerindra keluar, jika dilihat dari komposisinya maka Pansus Hak Angket KPK sudah tidak ideal. Anto pun meminta agar anggota Pansus Hak Angket KPK mawas diri dengan situasi saat ini.
Dia menyatakan sudah seharusnya kiprah Pansus Hak Angket KPK diakhiri. "Seharusnya Pansus Hak Angket dihentikan. Mengingat penolakan terhadap Pansus itu sendiri terus bermunculan. Bukan hanya dari masyarakat tapi juga dari para pakar," kata Anto.