REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Viral di media sosial menyebutkan bahwa Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memberikan apresiasi atas adanya event pemberian penghargaan kepada LGBT. Namun, Senin (7/8), Menag membantah keras penilaian tersebut.
Menurut Lukman, sikapnya terhadap LGBT jelas. Kejelasan sikap ini bahkan sudah disampaikannya dalam banyak kesempatan, antara lain saat membuka Jambore Nasional Santri Pondok Pesantren Muhammadiyah di Bumi Perkemahan Cakra Pahlawasri, Karanganyar, Februari 2016 lalu.
Saat itu, Menag mengajak kaum santri untuk mengatakan "tidak" pada radikalisme dan terorisme, narkoba, dan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). “Santri adalah mereka yang lantang menyuarakan, say no to radicalism and terrorism, say no to drugs, say no to LGBT,” tegas Lukman.
Menurut dia, LGB (lesbian, gay, biseksual) adalah perilaku dan sikap yang lebih menitiktekankan kepada orientasi seksual. Tindakan LGB tidak bisa ditolerir baik dari sisi praktik maupun perilakunya.
Sementara transgender tidak ada hubungannya dengan orientasi seksual, melainkan ketidaksamaan identitas terhadap jenis kelamin dirinya. Transgender (khunsa) identik dengan kondisi seseorang di mana jenis kelamin, fisik, dan pikiran perasaannya berbeda. Misal, fisiknya laki-laki, namun perasaannya perempuan.
Mantan Wakil Ketua MPR RI ini menegaskan, LGBT merupakan suatu tindakan yang tidak dibenarkan oleh ajaran agama apapun. Karenanya Menag juga melarang komunitas LGBT untuk mengkampanyekan perilaku mereka di negeri yang religius ini. "LGBT itu suatu tindakan yang oleh agama sebagai tindakan yang tentu tidak dibenarkan," katanya.
Meski demikian, Menag mengatakan, bukan berarti kaum LGBT itu harus disisihkan dari agama dan umat beragama. "Kita sebagai masyarakat beragama, kata dia, justru harus merangkul mereka agar perilaku dan orientasi seksualitasnya tidak lagi menyimpang dari ajaran agama," katanya.
Menag menambahkan, komunitas LGBT harus didekati secara empatik. Pendekatan empatik ini misalnya dengan memberikan pendampingan dan konsultansi bagi mereka (LGBT).
Menag juga mengajak tokoh dan pemuka agama untuk mengayomi dan memberi pencerahan kepada mereka, bukan mengucilkan atau menegasikan. Dengan demikian, diharapkan orientasi dan perilaku seksual mereka bisa kembali sesuai dengan ajaran agama.
Menag mengapresiasi sejumlah ormas Islam yang mendirikan tempat konsultansi, pendampingan bagi komunitas ini. Karena, menurut dia, sesungguhnya tidak sedikit dari mereka yang ingin keluar dan lepas dari kondisi tersebut.
“Karenanya pemuka agama diharapkan lebih proaktif mengedepankan prinsip-prinsip agama yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Konseling dari sisi agama sangat dibutuhkan,” tutur Menag.
Penegasan sikap Menag ini kembali disampaikan untuk menanggapi fitnah yang disebarkan pihak yang tak bertanggung jawab. Fitnah yang viral di media sosial tersebut menyatakan Menag mendukung LGBT.