REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Pemerintah Korea Utara (Korut) berjanji akan membalas Amerika Serikat (AS) atas dikeluarkannya resolusi baru dari PBB terhadap negara itu. Pihaknya mengatakan bahwa Negeri Paman Sam harus membayar 'harga' dengan langkah yang dilakukan.
Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan sebuah resolusi untuk memberlakukan sanksi ekonomi terbaru terhadap Korut pada Sabtu (5/8) lalu. Dengan sanksi ini, pendapatan ekspor yang dimiliki negara terisolasi itu dapat berkurang hingga 3 miliar dolar AS.
Resolusi yang dirancang oleh AS, sebagai salah satu anggota tetap dewan itu membuat tidak diizinkannya ekspor sejumlah barang tambang di antaranya batu bara, besi, dan bijih besi. Kemudian, makanan laut juga tidak diperbolehkan untuk diekspor dari Korut. Selain itu, jumlah pekerja dari negara yang dipimpin Kim Jong-un itu yang bekerja di luar negeri juga tidak dapat diperbanyak.
"Sanksi yang disahkan dengan suara bulat oleh Dewan Keamanan PBB adalah pelanggaran keras atas kedaulatan negara kami," ujar pernyataan dari kantor berita resmi Korut, KCNA, Selasa (8/8).
Selama ini, Korut mengatakan pengembangan program nuklir merupakan alat pertahanan utama. Namun, sejumlah negara di kawasan Semenanjung Korea khususnya Korsel dan Jepang juga merasa khawatir karena menjadi ancaman utama serangan rudal dan senjata berbahaya lainnya.
Serangkaian uji coba perangkat nuklir, termasuk juga rudal balistik dilakukan oleh Korut. Kali ini, uji coba Peluru Kendali Balistik Antar Benua atau ICBM yang diklaim sukses pertama kali dilakukan pada 4 Juli lalu. Saat itu, rudal yang disebut dengan nama Hwasong-14 tersebut juga dikatakan mampu membawa hulu ledak nuklir besar dan menjangkau daratan AS, khususnya wilayah Alaska.
Kemudian, dalam uji coba terbaru Hwasong-14 pada 28 Juli lalu, rudal memiliki jangkauan dan kekuatan yang lebih tinggi. Rudal mencapai ketinggian 2314,6 dan terbang sejauh 620 mil hingga akhirnya mendarat di perairan pantai timur Semenanjung Korea.
Meski resolusi baru dari PBB telah dikeluarkan, Korut menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengembangkan program nuklir. Negara yang dipimpin Kim Jong-un itu juga tidak khawatir dengan adanya alat pencegah senjata nuklir yang dimiliki AS dan bertujuan mengancam mereka.
"Ini adalah harga untuk kejahatan yang dilakukan AS atas perannya menyusul resolusi sanksi PBB. Situasi yang memburuk di Semenanjung Korea semua disebabkan oleh mereka, bukan kami," jelas juru bicara Korut Bang Kwang Hyuk dalam sebuah pertemuan forum regional ASEAN di Ibu Kota Manila, Filipina.
Dewan Keamanan PBB pertama kali memberikan sanksi terhadap Korut atas uji coba program nuklir yang dilakukan sejak 2006. AS sebagai negara anggota tetap dewan tersebut sebelumnya juga meluncurkan strategi baru, yaitu bekerjasama dengan Cina yang merupakan sekutu sekaligus mitra dagang dan pemberi bantuan ekonomi utama untuk negara terisolasi itu.
Namun, selama ini, Cina nampak enggan menyelesaikan masalah nuklir Korut dengan tindakan keras. Salah satu alasan utama Beijing diyakini adalah mereka khawatir dengan kemungkinan banyaknya pengungsi yang datang dari negara tetangga itu akibat perekonomian Korut yang memburuk.