REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dunia "tak boleh menutup mata" mengenai situasi menyedihkan yang dihadapi anak-anak dan banyak keluarga di Wilayah Kasai Besar di Republik Demokratik Kongo (DRC). Di negara ini, banyak anak kecil telah direkrut oleh pasukan bersenjata, diberi narkoba, dan terjebak dalam kerusuhan.
"Anak-anak dan perempuan memberitahu kami mengenai tindakan pelecehan yang mengerikan. Tak ada yang bisa membenarkan tindakan ini," kata Marie-Pierre Poirier, Direktur Regional UNICEF untuk Afrika Tengah dan Barat, di dalam satu pernyataan, kemarin.
Menurut Poirier, selama 12 bulan belakangan, lebih dari 1,4 juta orang, termasuk 850 ribu anak kecil telah dipaksa meninggalkan rumah mereka. Akibatnya, kehidupan mereka berubah jungkir-balik akibat aksi kekerasan luar biasa yang tersebar luas.
"Anak-anak telah kehilangan satu tahun pendidikan, sementara ratusan sekolah telah menjadi sasaran serangan dan penjarahan, guru dibunuh atau menyelamatkan diri," katanya.
Poirier mendesak semua pihak dalam konflik di DRC agar melindungi anak-anak, mengakhiri pelanggaran besar terhadap anak-anak, dan memelihara gedung sekolah serta layanan kesehatan. "Para pelaku kemanusiaan harus memperoleh akses kemanusiaan tanpa halangan ke penduduk yang terpengaruh sehingga kami dapat menjangkau mereka semua yang memerlukan bantuan," kata wanita pejabat tersebut.
UNICEF menanggapi keperluan kemanusiaan yang meningkat. "Tapi jika kerusuhan ini tidak berhenti, upaya terbaik kami takkan pernah cukup," kata Poirier.