REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Kementerian Pertahanan Jepang telah menerbitkan laporan setebal 500 halaman terkait perkembangan uji coba rudal yang dilakukan oleh Korea Utara. Dalam laporannya, Jepang mengakui bahwa program rudal dansenjata Korut telah mengalami kemajuan yang signifikan.
Perkembangan rudal balistik Korut dan program nuklirnya menjadi masalah yang semakin nyata bagi wilayah Asia Pasifik, termasuk Jepangdan juga seluruh dunia, tulis Kementerian Pertahanan Jepang dalam laporannya seperti dikutip laman the Guardian, Selasa (8/8).
Kementerian Pertahanan Jepang menilai bahwa ancaman keamanan dari rudal Korut telah mencapai tahap baru, terutama setelah Pyongyang melakukan dua kali uji coba rudal pada Juli. Salah satu rudal yang diuji tersebut diklaim Korut telah menjangkau seluruh daratan Amerika Serikat (AS).
Dalam laporannya, Kementerian Pertahanan Jepang juga berspekulasi bahwa Korut telah meningkatkan keahlian teknologi sampai pada titik di mana secara teoritis dapat menyandingkan atau menggabungkan hulu ledak nuklir dengan sebuah rudal.
"Bisa dibayangkan bahwa program senjata nuklir Korut sudah cukup maju dan ada kemungkinan bahwa mereka telah mencapai miniaturisasi bom nuklir menjadi hulu ledak dan telah mengakuisisi hulu ledak nuklir," katanya.
Jepang sendiri telah menggelar beberapa latihan evakuasi dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi bila Korut memutuskan untuk menyerang Negeri Matahari Terbit tersebut. Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera juga telah meminta pemerintahan Jepang untuk memperoleh kemampuan untuk mampu menyerang pangkalan Korut. Kemampuan serangan ini, menurutnya, penting dimiliki Jepang bila Korut memutuskan terlebih dulu menyerang Jepang.
"Untuk mempertahankan Jepang, kita harus bisa menyerang basis di mana rudal Korut diluncurkan. Ini untuk mencegah serangan kedua atau ketiga. Ini bukan serangan pre-emptive, tapi serangan balasan yang termasuk dalam lingkup pembelaan diri," ujar Onodera.
Dewan Keamanan PBB telah menjatuhkan sanksi baru kepada Korut, berupa larangan ekspor komoditas utama perdagangan mereka, yaitu batu bara, besi, bijih besi, termasuk hasil laut. Sanksi ini diperkirakan memangkas pendapatan Korut senilai 3 miliar dolar AS per tahun.
Korut sendiri telah mengecam sanksi Dewan Keamanan PBB yang diinisiasi AS tersebut. Mereka bahkan telah menyatakan akan tetap melanjutkan program pengembangan rudal nuklirnya.