Sabtu 12 Aug 2017 04:20 WIB

BMKG: Potensi Kebakaran Hutan Menurun

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ilham Tirta
Seorang petugas menghitung jumlah titik api (hot spot). (ilustrasi).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Seorang petugas menghitung jumlah titik api (hot spot). (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat tidak melakukan pembakaran dengan sengaja karena bisa mempercepat proses kebakaran hutan dan lahan (karhutla), apalagi di daerah yang berpotensi mengalami karhutla. Kepala Bagian Humas BMKG Indonesia, Hary Djatmiko mengatakan, sebenarnya potensi titik api di wilayah Indonesia dibandingkan pekan lalu sudah menurun. Ini dilihat dari data real time citra satelit per Jumat (11/8) pukul 16.00 WIB.

"Karena di wilayah Sumatra dan Kalimantan ada potensi pembentukan dan pertumbuhan awan hujan yang cukup signifikan sejak awal pekan ini, berdampak adanya hujan," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (11/8).

Ia menjelaskan, kondisi pertumbuhan awan secara alamiah ada potensi terbentuknya awan hujan dan membantu memadamkan titik-titik api. Diindikasikan selama tiga hari ke depan potensi hujan bisa terjadi sehingga potensi titik api akan turun. Namun, konsentrasi awan hujan saat ini di Sumatra, Kalimantan, beberapa tempat di Sulawesi, Papua, Maluku. Jadi ia mengakui tidak semua awan hujan merata di wilayah Indonesia.

"Tapi sebagian besar di daerah yang potensi mengalami karhutla mengalami penurunan (titik api), misalnya Kalimantan dan Sumatra," ujarnya.

 

Sementara, di daerah dengan indikasi dan tingkat informasi kepercayaan warna biru dan hijau di Pulau Jawa meski diperediksi terjadi potensi hujan, namun masyarakat diimbau jangan melakukan pembakaran secara sengaja. Karena ini bisa membuat makin cepat proses karhutla. Padahal, hujan tidak merata di seluruh wilayah Indonesia.

"Jadi ini sebagai peringatan saja, ada titik panas atau hotspot. Perilaku masyarakat diharapkan jangan sembarangan melakukan pembakaran," katanya.

Para warga utamanya di selatan khatulistiwa selama puncak kemarau perlu kewaspadaan terkait fluktuasi sebaran titik panas. Puncak kemarau diperkirakan pada Juli, Agustus, hingga September. "Tetapi banyaknya lahan gambut, mudah kebakaran terjadi di Sumatra dan Kalimantan," ujarnya.

Sementara, selama bulan September, Oktober dan November terjadi transisi dari musim kemarau ke musim jujan. Ini menjadi fluktuasi dan masih bisa potensi terjadinya karhutla, tetapi tidak sebesar 2015 karena kondisinya berbeda. Terlebih, Indonesia saat ini tidak mengalami fenomena El Nino, La Nina.  "Jadi (kondisi) Indonesia masih normal," katanya.

BMKG mencatat jumlah hotspot per provinsi 10 hari terakhir dengan tingkat kepercayaan tinggi 81-100 persen per 10 Agustus 2017 di Sumatra Utara lima, Sumatra Barat satu, Riau 14, Jambi empat, Bangka Belitung delapan, Sumatra Selatan sembilan, Lampung delapan, Kalimantan Barat 46, Kalimantan Tengah satu, Jawa Barat lima, Jawa Tengah dua, Jawa Timur satu, Nusa Tenggara Barat satu, Nusa Tenggara Timur tiga, Sulteng dua, Sulawesi Selatan lima, Maluku sat, Papua empat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement