REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Di Kota Sydney, New South Wales (NSW) terdapat sebuah organisasi relawan yang menyediakan bimbingan gratis baca tulis dan ketrampilan komputer yang diperuntukkan bagi para pengungsi. Fokus kerja organisasi ini yakni memberikan para pengungsi keahlian yang mereka perlukan untuk bisa hidup dan bekerja di Australia.
Tess Shannon, yang menekuni bidang studi pengajaran baca tulis bagi orang dewasa, memulai organisasi Read Write Spell pada tahun 2015. “Ada banyak masalah terkait pendanaan untuk TAFE pada saat ini. Saya dan pasangan saya memutuskan untuk mendanai sesuatu yang berbeda,” tutur Tess Shannon.
Saat ini, para pengungsi dan pencari suaka dari Burma (Myanmar), Iran dan Afghanistan menghadiri berbagai kelas yang diselenggarakan di Read Write Spell. Ada juga beberapa siswa asal China, Vietnam dan Thailand – begitu juga warga dewasa penutur bahasa asli Australia, yang masih sulit membaca dan menghitung.
“Pada saat itu, warga pengungsi dan pencari suaka tidak dibolehkan mengikuti TAFE karena visa mereka. Ketentuan ini memang sudah berubah tapi hal itu telah menjadi pemicu [kami mendirikan organisasi Read Write Spell] karena kami merasa mereka telah ketinggalan dan menyia-nyiakan waktu dalam hidup mereka.”
Tess dan tim utama di organisasinya yang terdiri dari tiga orang relawan, yang seluruhnya memiliki kualifikasi untuk mengajar menyediakan layanan mengajar membaca menulis dan berhitung (calistung) serta komputer bagi sekelompok kecil dan privat 4 hari dalam sepekan.
Tes memiliki tujuan yang pasti dengan menggratiskan layanan ini.“Tujuan utama kami adalah untuk meningkatkan tingkat penguasaan membaca dan menghitung mereka saat ini ke suatu titik, sehingga mereka dapat menjadi cukup nyaman untuk terlibat di masyarakat atau untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis mereka, sehingga mereka dapat mendaftar untuk mengikuti kursus TAFE atau melamar pekerjaan.”
Nasira (nama samaran) datang ke Australia dari Burma, bersama dengan orang tuanya dan mempelajari Bahasa Inggris adalah sebuah kebutuhan. “Jika saya tidak berbicara, saya tidak akan pernah mempelajari Bahasa Inggris. Orang tua saya tidak bisa berbahasa Inggris. Jika saya tidak berbicara dengan orang, saya tidak bisa membantu orang tua saya. Tidak ada orang yang bisa membantu saya jika pergi keluar dan membeli sesuatu. Saya harus melakukan segala sesuatunya sendiri.”
Setelah diajarkan calistung oleh Tess, Nasira saat ini tengah menuntut ilmu di program TAFE jurusan Administrasi Bisnis.
Dia merupakan satu dari sebagian siswa di organisasi Read Write Spell yang sekarang mampu mengusai Bahasa Inggris pada tingkatan yang diperlukan untuk mengikuti program TAFE.
“Awalnya memang sulit karena guru-gurunya berbicara dengan cepat sekali kadang-kadang dan terkadang saya tidak mampu memahaminya,” kata Nasira mengingat hari-harinya belajar di Read Write Spell.
“Pertama kali saya [menghadiri kelas disini] saya menduga ‘Oh tidak, apakah saya bisa mengikuti pelajaran ini? Seluruh siswa disini memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang baik.
Sementara Iesha (bukan nama sebenarnya juga) yang berasal dari Afghanistan juga sedang mengikuti program TAFE dibidang Bisnis Katering Komersil yang diuntungkan dengan program bimbingan membaca dan menulis gratis ini.
“[Tess] telah membantu saya [bisa] membaca dan menulis. Saya jauh lebih baik sekarang. Saya bisa membaca surat mengenai jadwal pertemuan, emails, pesan SMS,” kata Iesha.
Sama dengan Nasira, Iesha juga memilik motivasi yang kuat untuk mempelajari Bahasa Inggris :
“Saya tidak bersekolah di negara asal saya sendiri. Saya selalu senang belajar.
Ketika anda dapat berkomunikasi anda akan mampu menikmati hidup anda, dan jika tidak anda akan perlu bersembunyi dan anda tidak dapat benar-benar menikmati kehidupan anda. Itu sebabnya maka mempelajarai Bahasa Inggris ini sangat penting buat saya.
Tess mengatakan antusiasme dan tekad kuat dari para muridnya sangat menular.
“Saya sangat senang dengan murid-murid saya – mereka sangat bersemangat. Mereka ingin berhasil, mereka ingin mendapatkan pekerjaan, mereka ingin menjadi bagian dari masyarakat. Gagasan yang dimiliki sebagian orang mengenai para pengungsi dan pencari suaka kalau mereka tidak ingin bekerja saya sama sekali tidak pernah menemukan hal-hal seperti itu.
"Pengalaman saya justru mereka sangat putus asa sekali ingin bisa mendapatkan pekerjaan yang baik - bisa melanjutkan hidup mereka dan memiliki kehidupan yang baru yang lebih baik dan belajar Bahasa Inggris dan melakukan yang terbaik untuk anak-anak mereka," ungkap Tess.
Iesha pertama kali tiba di Australia 5 tahun yang lalu. dia sekarang dengan bangga mengatakan, "Ketika saya berbicara Bahasa Inggris, Bahasa Inggris saya tidak terlalu sempurna tapi saya merasa saya sedang berbicara dengan bahasa saya sendiri."
Ikuti pelajaran Bahasa Inggris untuk percakapan sehari-hari dan berbagai tips lainnya dengan bergabung bersama Learn English Facebook page.