REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk tidak menerbitkan 'daftar hitam' perusahaan internasional yang melakukan bisnis di pemukiman Israel. Beberapa diplomat mengatakan, tepatnya di atas tanah yang dianggap orang Palestina sebagai Negara masa depan.
Dewan HAM PBB tahun lalu telah memilih untuk menyetujui database perusahaan yang keberatan terhadap AS dan Israel. Database itu merupakan pendahuluan untuk memboikot perusahaan yang anti Israel.
Beberapa perusahaan AS yang masuk dalam daftar dibuat oleh dewan di Jenewa. Mereka termasuk perusahaan Caterpillar, TripAdvisor, Priceline.com, Airbnb, dan lainnya. Hanya saja menurut orang yang mengetahuinya, masih tidak jelas apakah daftar itu telah selesai.
Komisaris tinggi PBB untuk HAM Zeid Ra'ad Al Hussein sudah mengatakan kepada pejabat AS, mengenai rencananya untuk menerbitkan daftar tersebut pada akhir tahun ini. Ia bahkan telah meminta pendapat dari beberapa Negara yang terkena dampak.
Meski begitu, pejabat AS tidak berkomentar tentang perusahaan mana yang termasuk dalam daftar itu. Rincian keterlibatan AS dan dimasukkannya perusahaan tertentu asal AS pun sebelumnya tidak pernah dilaporkan.
Diplomat Yodarnia untuk AS Zeid sebelumnya sudah menyetujui satu penundaan tahun ini. Hal itu sebagai tanggapan atas permintaan AS.
Ia mengindikasikan berencana untuk terus maju sekarang. Dengan alasan, daftar tersebut merupakan sumber bagi konsumen dan wisatawan. Diplomat dari beberapa negara yang terkena dampak turut meminta anonimitas untuk mendeskripsikan perjuangan masalah ini dari balik layar.
"Amerika Serikat dengan gigih menentang resolusi ini sejak awal. Bahkan telah berjuang melawannya di depan beberapa badan PBB," ujar Juru bicara Departemen Luar Negeri Heather Nauert, seperti dilansir The Washington Post, Selasa, (22/8).
Menurutnya, jenis resolusi itu kontraproduktif. Tidak pula melakukan apapun untuk memajukan isu-isu Israel-Palestina. Ia menambahkan, AS bergabung dengan Israel dalam pertukaran dana PBB yang tidak berhasil terkait pengerjaan database.
"Kami telah perjelas pertentangan kami mengenai pembuatan database bisnis yang beroperasi di pemukiman Israel di wilayah kependudukan. Kami belum berpartisipasi dan tidak akan berpartisipasi dalam penciptaannya atau berkontribusi terhadap kontennya," tegas Nauert.