REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Eggi Sudjana kukuh menolak bersaksi atas tudingan bahwa dirinya menjadi bagian dari kelompok pembuat jasa penyebaran kebencian, Saracen. Menurut dia, keliru apabila polisi memeriksa dirinya terkait Saracen.
“Penyidikan untuk menemukan tersangkanya, kalau saya dipanggil salah besar, kalau mengerti hukum acara pidana,” kata Eggi dalam diskusi bertema 'Saracen dan Wajah Medsos Kita' di Jakarta, Sabtu (26/8).
Dia beralasan penolakannya itu karena Ketua Saracen, Jasriadi, telah membantah keterlibatan Eggi dengan kelompok berdasarkan teori penyelidikan, Eggi tidak mendengar dan mengalami kelompok Saracen. “Bagaimana saya mau bersaksi menerangkan? Polisi mampu nggak membongkar kenapa ada nama saya,” ujar Eggi.
Eggi meyakini apabila tetap diperiksa, maka dia sudah menjadi target gerakan anti-Islam. Dia menganggap upaya pemeriksaan merupakan tantangan perang baginya. “Saya tak tahu apa yang mau dibikin terang, tugas polisi lakukan penyelidikan bukan tanya saya,” kata Eggi.
Analis Kebijakan Madya Bidang Penmas Divisi Humas Polri, Kombes Sulistyo Pudjo Hartono, berujar kepolisian selalu mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah. Dia mengatakan tidak semua orang yang dimintai keterangan kepolisian itu bersalah. “Panggil pertama saksi, menanyakan bener nggak yang disebutkan, kalau dipanggil saksi datang saja,” kata Pudjo.
Dia mengakui saat awal menyelidiki kasus hoax, kepolisian tidak memilki keyakinan akan mudah mengungkap kelompok penyebarnya. Kepolisian mulai bekerja dengan menyelidiki berbagai konten dari daerah.
Pudjo menyebut kasus kelompok pembuat jasa hoax memberi pelajaran pada masyarakat ihwal medsos bukan dunia hampa atau tak ada hukum. Dengan begitu, masyarakat tak bisa mencaci, menyudutkan, membentukan agma, suku, dan perorangan. Sebab, hal itu berpotensi memecah kesatuan negara.