REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik kemanusiaan kembali pecah di wilayah Buthidaung, Rakhine State, Myanmar, pada (26/8). Buthidaung merupakan salah satu daerah yang dihuni oleh mayoritas Muslim Rohingya.
Konflik ini diduga dipicu oleh adanya penyerangan seitar 30 kantor polisi sehari sebelumnya. Penyerangan ini terjadi pasca-Komisi Khusus PBB untuk Rakhine yang diketuai oleh Kofi Annan mengeluarkan laporan final pada Kamis (24/8) lalu. Dalam hitungan beberapa hari, konflik ini telah menewaskan puluhan orang dan menyebabkan gelombang pengungsi yang jumlahnya puluhan ribu ke Bangladesh. Anak-anak dan wanita banyak yang menjadi korban dari operasi ini.
Sebagai lembaga kemanusiaan, Dompet Dhuafa mengecam konflik tersebut dan meminta agar konflik bersenjata ini segera dihentikan. “Dompet Dhuafa sangat menyesali terjadinya kembali konflik di Rakhine. Kami mendesak agar setiap pihak yang berkonflik untuk sama-sama menahan diri,” ujar Manager Social Development Dompet Dhuafa, Arief Rahmadi Haryono dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (30/8) malam.
Dompet Dhuafa juga akan mengupayakan adanya diplomasi ke pemerintah Myanmar melalui Kementrian Luar Negeri RI, maupun kedutaan besar RI di Yangon. Selain program kurban untuk membantu meringankan beban saudara-saudara di Myanmar, Dompet Dhuafa juga akan meneruskan upaya rekonsiliasi konflik melalui program-program kemanusiaan di bidang pendidikan dan livelihood, kesehatan, dan WASH.
Dompet Dhuafa adalah lembaga nirlaba milik masyarakat indonesia yang berkhidmat mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa dengan dana zakat, infak, zedekah, dan wakaf), serta dana lainnya yang halal dan legal, dari perorangan, kelompok, perusahaan/lembaga. Selama 24 tahun, Dompet Dhuafa telah memberikan kontribusi layanan bagi perkembangan ummat dalam bidang sosial, kesehatan, ekonomi, dan kebencanaan serta CSR.