REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie menyiratkan semestinya Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (Dirdik KPK) tunduk terhadap keputusan pimpinan lembaga antirasuah itu.
"Seorang staf seharusnya tunduk dengan pimpinan. Dia (Dirdik) bisa dikenakan kode etik internal. Kita serahkan saja kepada mekanisme internal KPK," ujar Jimly dalam diskusi bertajuk "Pengajian Konstitusi" di Jakarta, Rabu (30/8).
Sebelumnya Direktur Penyidikan KPK memenuhi undangan rapat Pansus KPK di DPR RI meski sudah dilarang oleh pimpinan KPK. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan publik.
Jimly mengaku secara pribadi ia sudah berulang kali mengimbau pimpinan KPK untuk melayani permintaan Pansus KPK untuk hadir dalam rapat, agar tidak terjadi hal-hal yang diluar perkiraan, layaknya peristiwa Direktur Penyidikan KPK hadir dalam rapat Pansus tanpa restu pimpinan KPK.
"Jadi menurut saya keduanya mengambil langkah tidak tepat, baik pimpinan KPK yang tidak melayani dengan semestinya permintaan Pansus maupun seorang staf (Dirdik) yang jalan sendiri," katanya.
Layaknya yang telah sering diutarakannya, Jimly mengimbau pimpinan KPK melayani panggilan Pansus KPK. Sedangkan soal informasi yang dapat diberikan dihadapan Pansus, menurut Jimly, tidak perlu diungkapkan semua.
"Saya berkali-kali bilang KPK hadir saja di Pansus, tapi pertanyaan soal bukti tentu tidak boleh dikasih. Pansus kan bukan lembaga penegak hukum, dia hanya alat pemeriksaan oleh lembaga politik. Yang penting direspon dulu undangan Pansus KPK, soal dia minta seratus, kasih 60 kan bisa," jelasnya.
Lebih jauh soal pembantahan yang dilakukan Dirdik KPK, Jimly menduga persoalan ada pada kesalahan komunikasi antara pimpinan dengan bawahan.
Di banyak lembaga negara, kata Jimly, seringkali seorang staf sudah berkarier hingga puluhan tahun, sementara seorang pimpinan lembaga kerap berganti setiap lima tahun. Sehingga mungkin saja seorang staf yang merasa berpengalaman menganggap remeh pimpinan baru.