REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Sejak lama Badan Zakat Amil Nasional (Baznas) ingin mengutip zakat dari masyarakat yang mampu dan pantas masuk dalam kelompok muzakki atau pemberi zakat, dengan metode pungutan layaknya pemerintah memungut pajak. Alasannya, pembayaran zakat selama ini terkesan "seadanya" tanpa ada landasan hukum yang bisa memecut umat Muslim di Indonesia secara sadar membayar zakatnya. Padahal, potensi zakat di Indonesia terbilang besar.
Baznas, seperti disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu, mencatat bahwa potensi zakat di Indonesia menyentuh Rp 217 triliun. Angka ini setara dengan 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia. Sedangkan zakat yang terkumpul hingga saat ini belum juga 2 persen dari seluruh potensi yang ada.
Ketua Baznas Bambang Sudibyo mengungkapkan, Undang-Undang (UU) nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat belum cukup kuat mendorong pengumpulan zakat di Indonesia. Meski dalam beleid tersebut disebut bahwa zakat sifatnya wajib, namun di lapangan pembayaran zakat seolah dianggap sunah bagi yang mampu.
Bambang sendiri mengacu pada ayat suci Alquran, surat At Taubah ayat 103 yang menyinggung soal pengumpulan zakat. Ia mengatakan, ayat tersebut secara gamblang memerintahkan adanya aktivitas pemungutan zakat.
Berikut terjemahan dari At Taubah 103: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Bambang menilai, bahwa perintah untuk "mengambil" zakat dalam hal ini diwakilkan oleh negara melalui lembaga atau badan yang secara resmi dan dilindungi oleh Undang-Undang ditunjuk untuk mengumpulkan zakat.
"Jadi zakat itu memang dipungut. Siapa yang mungut? Negara. Siapa? Ya Baznas dan LAZ memungut, kelola, dan distribusikan. Justru itu yang gulirkan Menkeu sendiri, sadar atau tidak, namun beliau sudah mulai bukakan pengelolaan zakat yang sesuai dengan Alquran," ujar Bambang.
Keinginan untuk memungut zakat seperti pajak sekaligus menjadikan zakat sebagai pengurang pajak langsung untuk zakat korporasi, semakin tinggi setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan pemikirannya bahwa pengelolaan zakat bisa dilakukan seperti pengelolaan pajak. Artinya, metode pemungutan zakat pun akan dilakukan dengan skema seperti pajak, hanya saja melalui Baznas.
"Saya apresiasi, dan saya tidak menyangka bahwa Menkeu kita pemahaman fiqihnya sangat bagus. Fiqih zakatnya," ujar Bambang.