REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang mengadakan pelatihan tahunan pada Jumat untuk meningkatkan kesiapan dalam menghadapi bencana alam, namun pada tahun ini tidak hanya terhadap bahaya gempa dan tsunami, tapi juga terhadap ancaman peluru kendali Korut.
Jepang adalah salah satu negara rawan gempa. Mereka melakukan pelatihan untuk menghadapi bencana alam setiap tahun pada 1 September, bertepatan dengan peringatan Gempa Besar Kanto pada 1923, yang menewaskan sedikit-dikitnya 100.000 orang dan menghancurkan kota Tokyo.
Sejumlah helikopter militer terbang di atas Tokyo ketika pihak berwenang memperagakan penanganan terhadap gempa berkekuatan 7.3 pada skala Richter, yang melanda ibu kota itu.
"Untuk menyelamatkan jiwa, kami memperagakan penanggulangan dalam menghadapi berbagai jenis bencana dan kiat pencegahan bencana, yang seimbang berdasarkan atas swadaya, bantuan masyarakat dan kerja sama," kata Perdana Menteri Shinzo Abe setelah mengikuti jalannya pelatihan itu.
Kota di Jepang utara mengambil kesempatan itu untuk memperingatkan warganya mengenai tindakan yang harus dilakukan, tidak hanya untuk kesiapan dalam menghadapi bencana alam, namun juga ketika peluru kendali Korea Utara mendekat.
Pada Selasa, Korea Utara menembakkan sebuah peluru kendali balistik yang melintas di utara Jepang, memicu munculnya peringatan darurat yang membuat jutaan orang tersentak, sebelum akhirnya mendarat di Lautan Pasifik.
Sirene berbunyi lagi pada Jumat, di kota-kota seperti Takikawa di utara pulau utama Hokkaido, sejumlah penduduk berlindung di bawah bangunan, sesuai dengan peringatan pemerintah yang mengarahkan untuk mencari perlindungan di bawah bangunan yang kokoh.
"Peristiwa sebenarnya terjadi sebelum pelatihan. Jadi, pada hari ini, setiap orang ikut karena merasa membutuhkannya," kata seorang warga sekitar kota di wilayah utara kepada seorang penyiar.