REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Arsyad mulai menulis buku pada 1193 H (1779 M) dan selesai dalam kurun dua tahun, pada 1195 H (1781 M). Syekh Arsyad mengambil rujukan dari kitab-kitab ulama Syafi'iah generasi ter akhir, seperti Syarah Minhaj karya Syekh Zakaria al-Ansari, Mugni al-Muhtaj karya Syekh Ka tib Syarbini, Tuhfah karya Syekh Ibnu Hajar al- Haitami, dan Nihayah karya Syekh Jamal ar-Ramli.
Naskah Sabilal Muhtadin sendiri yang diperbanyak bukanlah naskah autentik tulisan tangan Syekh Arsyad. Mulanya, selama satu abad pertama, Sabilal Muhtadin berpindah dari tangan satu ulama ke ulama yang lain melalui salinan tulisan. Belum ada usaha untuk memperbanyak melalui percetakan yang masif. Baru pada 1882 M di Makkah atas inisiasi dan biaya Syekh Ahmad bin Muhammad Zail al-Fatani, seorang ulama besar asal Pattani, Thailand, kitab ini dicetak dan diperbanyak.
Syekh Ahmad bin Muhammad al-Fatani adalah seorang guru dan ulama yang mengajar di Masjidil Haram. Ia mendapat salinan Sabilal Muhtadin dari ayahnya, Syekh Muhammad Zain bin Mustafa. Syekh Muhammad Zain mendapat salinan dari gurunya, Syekh Daud al-Fatani, yang merupakan kawan Syekh Arsyad al-Banjari di Makkah.
Sebelum diterbitkan, naskah Sabilal Muhtadin sempat diperbaiki oleh Syekh Ahmad bin Muhammad Zain. Ia memperbaiki beberapa kekeliruan dalam proses penyalinan yang dilakukan beberapa ulama. Ia sendiri tak menemukan goresan asli Syekh Arsyad al-Banjari, baik di Makkah dan Mesir. Naskah hasil koreksinyalah yang menjadi acuan kitab tersebut saat diperbanyak.
Penerbitan kedua dilakukan di Costantinopel pada1302 H menyusul kemudian penerbitan ketiga di Mesir pada 1307 H. Penyebaran kitab ini dilakukan oleh murid-murid Syekh Ahmad yang kembali ke daerah asal setelah menimba ilmu di Makkah. Penyebarannya semakin masif setelah jamaah haji asal Asia Tenggara yang datang ke Makkah ikut mem bawa kitab Sabilal Muhtadin ke nusantara, Malaysia, Thailand.
Sabilal Muhtadin akhirnya menjadi salah satu kitab referensi utama dalam bidang fikih di pondok p esantren di Asia Tenggara. Sebagai kitab ulama be sar pada abad ke-18, Sabilal Muhtadin juga disim pan di berbagai perpustakaan dunia, seperti Mak kah, Turki, dan Beirut.