Selasa 12 Sep 2017 08:07 WIB

Pengungsi Rohingya Menderita karena Ranjau Darat

Rep: Marniati/ Red: Bilal Ramadhan
Bocah Rohingya di pengungsian bersama pengungsi lainnya berteduh di sebuah pohon di Ukhiya, Cox Bazaar, Bangladesh
Foto: Abir Abdullah/EPA
Bocah Rohingya di pengungsian bersama pengungsi lainnya berteduh di sebuah pohon di Ukhiya, Cox Bazaar, Bangladesh

REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Pengungsi Rohiingya banyak yang menderita luka-luka karena menginjak ranjau saat mereka melarikan diri dari kekerasan di Myanmar. Salah satu dari mereka, seorang anak laki-laki berusia 15 tahun yang dirawat di Bangladesh.

Azizu Haque harus kehilangan kedua kakinya akibat ranjau. Saudaranya, di rumah sakit lain, mengalami nasib yang sama, "Luka mereka sangat buruk sehingga seolah-olah mereka meninggal. Lebih baik bahwa Allah memanggil  mereka, mereka sangat menderita," kata ibu Azizu Haque.

Dokter yang merawat Azizu berusaha untuk menyelamatkan nyawa remaja tersebut. Menurut Dokter, Azizu memiliki golongan darah yang langka, dan rumah sakit tidak memiliki bank darah, dan sudah kehabisan donor.

Dilansir dari bbc.com, Selasa (12/9), seorang wanita di rumah sakit yang sama, Sabequr Nahar, mengatakan bahwa dia telah menginjak ranjau darat setelah dia dan keluarganya tertembak. Tidak jelas siapa yang meletakkan ranjau di lokasi tersebut.

Sabequr Nahar, mengatakan dia melarikan diri dari Myanmar karena militer telah menargetkan komunitasnya, dan dia melintasi perbatasan dengan ketiga anaknya saat dia menginjak ranjau darat.

Sementara itu, di sebuah rumah sakit di negara tetangga Bangladesh ada lima pasien dengan luka parah akibat ranjau darat. Tidak jelas siapa yang meletakkan ranjau yang menyebabkan pengungsi Rohingya menderita luka-luka. Tapi kondisi orang-orang ini tampaknya bertentangan dengan versi pemerintah Myanmar.

Kekerasan dimulai pada 25 Agustus ketika gerilyawan Rohingya menyerang pos polisi di negara bagian utara Rakhine, menewaskan 12 petugas keamanan. Serangan tersebut memicu operasi keamanan yang besar yang telah menimbulkan kecaman internasional.

Lebih dari 300 ribu orang Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar dalam beberapa pekan terakhir. Pada hari Ahad, kelompok hak asasi manusia Amnesty International menuduh pihak berwenang menanam ranjau darat di penyeberangan perbatasan yang digunakan oleh kaum Rohingya untuk melarikan diri.

Sebuah sumber militer Myanmar mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa ranjau telah ditempatkan di sepanjang perbatasan pada 1990-an dan tentara telah berusaha untuk memindahkan ranjau tersebut. Namun ia mengaku, tidak ada ranjau yang ditanam dalam beberapa hari ini.

Militer Myanmar membantah telah menanam ranjau darat baru untuk orang-orang yang mencoba melarikan diri dari kekerasan tersebut. Pada hari Senin kepala hak asasi manusia PBB Zeid Raad al-Hussein menyebutkan tindakan pemerintah Myanmar sebagai contoh pembersihan etnis.

Rohingya merupakan etnis minoritas di Rakhine telah lama mengalami penganiayaan di Myanmar. Mereka disebut imigran ilegal. Bangladesh sudah menjadi tuan rumah bagi ratusan ribu orang Rohingya yang telah melarikan diri dari kekerasan sebelumnya di Rakhine.

Kamp pengungsi yang ada penuh dan pengungsi baru tidur di tempat manapun yang dapat mereka temukan. Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar, menghadapi kritik yang meningkat karena gagal melindungi Rohingya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement