Selasa 12 Sep 2017 22:00 WIB

Air Tanah di Kota Yogyakarta Turun satu Sampai Dua Meter per Tahun

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Bayu Hermawan
Salah satu sudut Kota Yogyakarta (ilustrasi).
Foto: pdk.or.id
Salah satu sudut Kota Yogyakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Air tanah di kota Yogyakarta turun satu sampai dua meter per tahun. Hal itu terjadi sejak lima tahun terakhir ini.

Hal itu disampaikan Guru Besar Hidrologi Fakultas Geografi UGM Totok Gunawan pada wartawan usai acara Sosialisasi Perda DIY Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), di Gedhong Pracimosono Kepatihan Yogyakarta, Selasa (12/9).

Hal itu akibat dari pembangunan ring road, pendirian hotel-hotel dari Tugu ke arah utara, dan pengambilan sumur dalam mulai dari lereng Merapi sampai ke hotel sehingga kebutuhan air tinggi.

"Kalau kebutuhan air tinggi, kemudian diambili dan tidak ada yang masuk kedalam tanah, maka tidak ada tambahan air tanah. Dari hasil survei apabila air dibor dengan kedalaman air 100 meter dalamnya untuk mengisi butuh waktu ratusan tahun," ujarnya.

Untuk mengatasi hal itu masyarakat di Sleman wajib membuat resapan air . Untuk itu harus ada Perdanya yang mewajibkan masyarakat membuat resapan air. Di samping itu pemerintah harus memperhatikan manajemen air.

Ia mengatakan di Sleman belum ad Perda yang mewajibkan masyarakat membuat air resapan, sedangkan di Bantul sudah ada Perda tersebut.

''Pembuatan sumur resapan di Sleman harus dua kali lebih banyak daripada di Bantul," ujat Totok.

Ia mengungkapkan saat ini kondisi kekeringan di wilayah Yogyakarta mulai mengkhawatirkan, terutama di wilayah Cangkringan yang sebelumnya merupakan daerah subur. Hal ini karena terjadi letusan Merapi yang mengakibatkan vegetasi tidak bisa hidup.

"Kalau tidak ada vegetasi air tanah tidak bisa masuk," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement