Kamis 14 Sep 2017 11:54 WIB

Yusril: MK dan MA Memang Bisa Diangket

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Endro Yuwanto
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan hak, angket bisa ditujukan kepada lembaga yudikatif, tidak terkecuali Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA).

"Memang iya (MA dan MK juga bisa diangket), siapa bilang tidak," ujar Yusril saat di kantor Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (14/9).

Yusril pun mengaku sebagai orang yang berpendapat bahwa semua lembaga negara bisa diangket. "Kalau semua lembaga negara bisa diangket, ya saya sih berpendapat iya," kata dia. Sebab, hak angket yang dimiliki DPR itu hanya menjalankan fungsi kontrol dan untuk mencari fakta melalui penyelidikan.

Setelah ada fakta yang ditemukan, lanjut Yusril, tentu DPR tidak bisa bertindak lebih jauh. Temuan-temuan itu diserahkan kepada badan-badan atau institusi negara yang relevan untuk menindaklanjuti apa yang ditemukan angket tersebut.

Yusril mencontohkan, Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen dan disebutkan dalam UU Dasar 1945, itu beberapa tahun lalu pernah diangket DPR terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu hanya disebutkan dalam Undang-undang. Karena itu, bagi Yusril, lembaga negara independen yang disebut dalam Undang-undang Dasar 1945 saja bisa diangket, maka KPK pun tentu bisa diangket.

"Bank Indonesia itu independen, mandiri, disebutkan dalam UUD 1945. KPK kan disebutkan dalam Undang-undang. Yang disebutkan dalam UUD 1945 saja bisa diangket, apalagi yang hanya disebutkan dalam UU," kata Yusril.

Yusril juga menjelaskan, meski lembaga yudikatif bisa diangket, tapi tetap angket tersebut tidak bisa memasuki ranah materi perkara. Namun, lain halnya jika ada perkara di MA yang diputus melalui jalur Peninjauan Kembali (PK). Ia mengatakan perkara yang telah diputus melalui PK itu tidak bisa diangket.

"Misalnya semula dibebaskan di tingkat kasasi, tiba-tiba dihukum di tingkat PK, itu enggak bisa diangket. Tapi kalau misalnya dalam proses PK itu diduga ada proses suap-menyuap, itu bisa diangket," jelas Yusril.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement