Kamis 21 Sep 2017 23:13 WIB

Beramal dan Lahirkanlah Karya Terbaik

Ilustrasi Pemimpin
Foto: pixabay
Ilustrasi Pemimpin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bagi mereka yang berkampanye, jika penyebutan kebaikan dari calon yang diusung untuk tujuan riya, inilah yang diharamkan. Ataupun kebaikan-kebaikan tersebut dielu-elukan para pendukungnya sehingga menimbulkan rasa bangga dan sombong. Hal ini juga bermuara pada keharaman.

Dalam adab Islami, seseorang hanya dituntut untuk beramal dan melahirkan karya sebaik-baiknya. Adapun hasilnya, biarlah Allah SWT, Rasul, serta orang-orang beriman lainnya yang menilai. Orang beriman tak pernah menyebut dirinya telah melakukan ini dan itu. 

Jika memang perbuatannya membawakan manfaat, dengan sendirinya ia akan didukung untuk memimpin. Hal yang terpenting, tak terbetik dalam hatinya untuk bangga dengan amal perbuatannya. Apalagi, menjadikan amal tersebut untuk pencitraan diri dan berorientasi pada kekuasaan.

Firman Allah SWT, "Dan katakanlah, 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu Dia memberitakan apa yang telah kamu kerjakan'." (QS at-Taubah [9]: 105).

Di samping itu, umat Islam juga dilarang mengultuskan diri sendiri sebagai sebagai orang suci, orang baik, orang saleh, dan sebagainya. Firman Allah SWT, "Maka janganlah kamu sekalian menyucikan diri sendiri. Dialah yang paling mengetahui orang yang bertakwa." (QS an-Najm [53]: 32).

Menyucikan diri sendiri maksudnya menganggap diri sebagai orang suci, orang saleh, dan sebagainya. Muhammad Said Nursi dalam Al-Maktubat (2/343) mengatakan, "Penyucian diri bukan dengan menyucikannya, melainkan dengan tidak menyucikannya." Maksudnya, seseorang dilarang menganggap dirinya suci. Hanya Allah SWT sajalah yang Maha Mengetahui apakah seseorang termasuk orang yang disucikan dan golongan orang bertakwa atau tidak.

Ulama Bagdad, Junaidi al-Baghdadi, menyebutkan, "Tidak mungkin orang saleh mengakui dirinya saleh. Tidak ada wali Allah yang mengaku-ngaku dia adalah wali Allah." Intinya, keimanan dan kesalehan bukan ditunjukkan dengan perkataan, melainkan perbuatan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement