Jumat 22 Sep 2017 11:20 WIB

Pengawasan Garam Beryodium Diperketat di Kudus

Pedagang menunjukan garam dagangannya (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pedagang menunjukan garam dagangannya (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUDUS -- Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah meningkatkan pengawasan peredaran garam beryodium di pasaran guna mencegah beredarnya garam konsumsi yang tidak mengandung yodium di wilayah itu. "Adanya pengawasan di lapangan, setidaknya mempersempit ruang peredaran garam tak beryodium," kata Kepala Bidang Pemerintahan, Sosial dan Budaya Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Kudus Abdjad Atfiyah di Kudus, Jumat (22/9).

Selain meningkatkan pengawasan garam beryodium di masyarakat, dia mengatakan, masing-masing pengelola pasar tradisional di Kudus juga dibekali keahlian mengecek kandungan yodium yang ideal pada setiap garam. "Masing-masing pasar tradisional di Kudus sudah dilengkapi mini laboratorium," ujarnya.

Dengan adanya mini laboratorium, dia berharap dapat dilakukan pengujian kandungan garam beryodium secara rutin, produsen garam akan berpikir ulang untuk menjual garam tanpa yodium. Selain itu, dia meminta masyarakat agar selektif dalam membeli garam di pasar.

Pasalnya, dia menyebut hasil pengawasan sebelumnya terungkap masih ditemukan peredaran garam dengan kandungan yodium yang tidak ideal. Tahun ini, lanjut dia tim Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) Kudus sudah melakukan operasi peredaran garam di empat pasar tradisional. Keempat pasar tersebut, yakni Pasar Kalirejo, Pasar Undaan Kidul, Pasar Wates, dan Pasar Ngemplak. "Hasilnya, ternyata masih ada garam yang kandungan yodiumnya belum ideal," ujarnya.

Ia merekomendasikan masyarakat di Kabupaten Kudus membeli garam yang sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Sedangkan garam yang direkomendasikan untuk sementara terdapat 19 merek produk garam halus maupun garam briket.

Selain itu, lanjut dia konsumen juga disarankan membeli garam yang dilengkapi nomor izin produksi pada kemasannya.

Ia menjelaskan bahwa garam beryodium sesuai standar nasional Indonesia yang digunakan sebagai garam konsumsi harus memenuhi kadar yodium minimal 30 ppm (part per million). Belasan garam sesuai SNI tersebut, yakni garami, teri besar, ibu memasak, cap burung rajawali, kewan laut, pesawat baru, joget dhut, daun, ST, gajah lemu, gadjah tunggal, garam nasional, refina, ibu bijak, intan laut, garam al mabrur, dan selera ibu bijak.

"Kalaupun ada merek garam baru, kami berharap pengelola pasar di Kudus bisa mengujinya dengan mini laboratorium yang dimiliki," ujarnya.

Jika belum sesuai standar, dia berharap pemasoknya diberikan pembinaan. Sedangkan pedagangnya juga diimbau agar tidak mengedarkan garam tak beryodium atau kandungannya belum ideal.

Ia mengungkapkan mengonsumsi garam beryodium sangat penting, karena kekurangan garam beryodium dapat mengakibatkan keguguran pada ibu hamil dan kematian bayi lahir. Selain itu, lanjut dia bayi yang lahir stunting juga bisa mengalami gangguan mental, pendengaran, pertumbuhan syaraf penggerak, serta bicara. "Gangguan tersebut memang dapat disembuhkan," ujarnya.

Dampak lainnya bagi seseorang yang kekurangan garam beryodium, kata dia biasanya mengalami pembesaran kelenjar gondok. Juga menurunnya produktivitas, serta menurunnya imunitas.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement