Selasa 26 Sep 2017 12:43 WIB

Keutamaan Shalat Berjamaah di Awal Waktu

Jamaah haji shalat berjamaah di Masjid Namira di Padang Arafah, Makkah, Arab Saudi, Kamis (31/8).
Foto: EPA-EFE / Mast Irham
Jamaah haji shalat berjamaah di Masjid Namira di Padang Arafah, Makkah, Arab Saudi, Kamis (31/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  "As-Shalatu 'ala waktiha (shalat di awal waktu) secara berjamaah disebut sebagai amalan yang paling utama. Bahkan, menurut riwayat Ibnu Mas'ud, keutamaannya melebihi jihad dan berbakti kepada orang tua (HR Bukhari Muslim). Riwayat lain juga menyebutkan, Rasulullah mewajibkan surga sebagai tempat kembali orang-orang yang memelihara shalat berjamaah. (HR Ahmad).

Tentu, merupakan kerugian besar bagi mereka yang melewatkan kesempatan shalat berjamaah. Namun, ada kalanya seseorang mempunyai uzur yang menghalanginya untuk menunaikan shalat berjamaah. Misalkan orang sakit, lansia yang sudah lemah, hujan lebat, dan sebagainya. Namun, apakah boleh meninggalkan shalat berjamaah karena sibuk dengan pekerjaan?

Sebelum masuk ke ranah ini, perlu dikaji dulu hukum asal dari menunaikan shalat berjamaah itu sendiri. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiri shalat berjamaah di masjid. Mayoritas ulama memandang wajib, sedangkan sebagian kalangan lagi mengatakan sunah.

Ulama yang mewajibkan shalat berjamaah punya landasan dalil yang sangat kuat, baik dari kitab (Alquran) maupun hadis Nabi. Sebagaimana perintah shalat dalam Alquran, "Dan dirikanlah shalat, dan tunaikan zakat. Dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk." (QS al-Baqarah [2]: 43). Perintah untuk rukuk bersama orang-orang yang rukuk dimaknai dengan menghadiri shalat berjamaah.

Karena kata warka'u (rukuklah) dalam ayat ini merupakan fi'lul amri (kata kerja perintah), hukum menghadiri shalat berjamaah menjadi wajib. Berdalil dari kaidah fikih Al-Aslu fil amri lil wujub (Asal dari fi'lul amri mengindikasikan wajib untuk dilaksanakan).

sumber : Dialog Jumat
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement