REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi menyayangkan ditolaknya bukti rekaman yang diajukan tim biro hukum KPK pada sidang praperadilan tersangka Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/9). "Padahal bukti tersebut dapat menunjukkan bahwa penetapan tersangka Setya Novanto didasari bukti yang kuat. Indikasi adanya persekongkolan pihak-pihak tertentu dapat ditunjukkan jika bukti tersebut diperdengarkan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (28/9).
Menurut Febri, jika yang dipersoalkan pihak Setya Novanto adalah penetapan tersangka tanpa bukti permulaan yang cukup, maka hal tersebut dapat terbantahkan dengan bukti yang diajukan KPK. "Lebih dari 200 bukti berupa dokumen kita ajukan, empat orang ahli dan bukti rekaman pembicaraan pihak-pihak yang diduga punya peran signifikan dalam kasus (korupsi proyek,red) KTP-el ini," tuturnya.
Hal itu, kata Febri, dipertegas kembali dengan penetapan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo sebagai tersangka baru kasus KTP-el yang diduga melakukan korupsi bersama-sama dengan Setya Novanto. "Terkait dengan bukti rekaman yang kami ajukan tersebut, diindikasikan ada pembicaraan pihak-pihak tertentu yang dapat membuktikan keterlibatan sejumlah orang seperti disebut dalam persidangan Irman, Sugiharto dan Andi Agustinus termasuk indikasi peran Setya Novanto," ucap Febri.
Namun, kata dia, meskipun pihaknya cukup kecewa dengan penolakan bukti rekaman tersebut, KPK tetap menghormati hakim dan persidangan praperadilan itu. "Sore ini kesimpulan akan kami serahkan, besok kita berharap ada keputusan yang adil dan dapat memperkuat upaya kita bersama membongkar kasus korupsi proyek KTP-el ini," kata Febri.
Sebelumnya, dalam lanjutan sidang praperadilan Setya Novanto pada Rabu (27/9), tim biro hukum KPK mengajukan alat atau bukti elektronik berupa komunikasi antara Setya Novanto dengan berbagai pihak terkait kasus proyek KTP-elektronik (KTP-el). Namun, Hakim Tunggal Cepi Iskandar menolak rekaman itu diputar di persidangan karena akan melanggar asas praduga tak bersalah.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-el) tahun 2011-2012 pada Kemendagri, 17 Juli 2017. Setya Novanto disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.