REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini sedang mengkaji berbagai peraturan untuk pelaku financial technology (fintech). Hanya saja kemungkinan besar tidak diterbitkan tahun ini.
"Kita sedang kaji, namun apakah aturan itu keluar atau tidak. Hal itu tergantung dari hasil kajian," ujar Direktur Group Inovasi Keuangan Digital dan Pengembangan Mikro OJK Fithri Hadi, kepada Republika.co.id, saat ditemui di Jakarta pekan ini.
Ia menyebutkan sudah ada beberapa draft model bisnis fintech lain seperti equity crowdfunding, robot advicer, agregator, dan lainnya di OJK. "Namun pengeluarannya (peraturan) sangat tergantung dari potensinya. Kalau potensinya besar kita keluarkan," tambah Fithri.
Sebelumnya OJK telah mengeluarkan Peraturan OJK nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi atau fintech Peer to Peer (P2P) Lending. Dengan begitu, pelaku fintech P2P lending harus mendaftar ke OJK, kini lebih dari 20 perusahaan telah resmi terdaftar.
Kendati demikian, Fithri menyatakan, fintech tidak boleh terlalu dibatasi dengan berbagai regulasi. "Jadi nanti kita pun tidak melulu bikin peraturan tapi mungkin ada yang perlu kita turunkan bentuknya pipeline saja, karena belum tentu peraturan bisa mendorong pertumbuhan fintech, justru bisa malah menjadi beban," jelasnya.
Baginya, fintech sudah menjadi keniscayaan sehingga harus terus didorong. potensi pasar fintech, kata dia, juga sangat luas, sebab masih banyak masyarakat unbankable.
Fithri mengatakan, saat ini ada 163 fintech yang ikut dalam diskusi OJK meliputi fintech equity crowdfunding, insurance, dan sebagainya. "Kalau untuk fintech payment itu kaitannya dengan BI (Bank Indonesia). Kita juga sudah sering komunikasi sama BI untuk bagi tugas serta tukar-tukar info, supaya jangan sampai yang satu menyalahi yang lain," tuturnya.
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement