REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Nurdin Halid tidak membantah terjadi dinamika dalam internal Partai Golkar yang menginginkan segera dilakukan pergantian ketua umum. Dinamika ini menyusul terjeratnya Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP-elektronik (KTP-el).
Menurut Nurdin, kasus KTP-el juga menyebabkan keluarnya rekomendasi untuk meminta Setya Novanto nonaktif dan menunjuk pelaksana tugas ketua umum. "Ya dalam proses ini namanya politik juga, apalagi partai besar sangat dinamis, tidak mungkin satu sikap, pasti ada perbedaan," ujar Nurdin di sela-sela hadir dalam rapat koordinasi teknis Korbid Kepartaian Partai Golkar di Slipi, Jakarta, Jumat (29/9).
Namun demikian, yang terpenting kata dia, perbedaan itu tidak kemudian menciptakan perpecahan di Partai Golkar. Menurutnya, perbedaan tersebut terjadi antara lain di dalam maupun di luar rapat yang tujuannya untuk memberikan ruang dan kesempatan kepada Novanto untuk berkonsentrasi pada kasus hukum dan kondisi kesehatannya.
"Jangan ditambah beban yang sudah berat dengan persoalan teknis kepartaian. Kemudian ada yang berkembang, termasuk hasil kajian korbid Kajian Strategis bersama Polhukam untuk bagaimana Novanto nonaktif," ujarnya.
Meskipun, Nurdin menilai, penonaktifan tersebut bergantung pada Novanto sendiri apakah bersedia untuk menunjuk pelaksana tugas (plt) dengan melihat perkembangan partai dan keadaan dirinya sendiri. Namun demikian, Nurdin kembali memastikan penonaktifan akan dibahas dalam rapat pleno DPP Partai Golkar yang kembali ditunda hingga Senin (2/10) mendatang.
Nurdin juga mengungkap alasan kembali ditundanya rapat pleno untuk kedua kalinya, karena alasan teknis yakni tidak ada tempat untuk rapat pleno di DPP. Lokasi rapat pleno akan digunakan untuk nonton bareng film G30S/PKI oleh Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) bersmaa dengan Dewan Pembina Partai Golkar.
"Kalau pleno ini 279 pengurus biasanya hadir ,70 sampai 80 persen, jadi kira kira 220-230 orang. Itu tempatnya di aula, nah aula itu sudah ada jadwal yg saya lupa nanti mlm ada nobar yg dilakukan oleh anak muda, dewan pembina dihadirkan. Dewan pembina nelepon saya bawa itu ada acara di situ bagaimana bisa rapat pleno sehingga diundur ke tanggal 2 (Oktober)," ujarnya.
Nurdin membantah anggapan, bahwa mundurnya rapat pleno lantaran menunggu putusan sidang praperadilan Novanto. Menurut Nurdin, tidak ada kaitan putusan praperadilan Novanto dengan struktur organisasi di Partai Golkar. "Praperadilan urusan pribadi Pak Setya Novanto. Tidak boleh dicampuri dengan urusan Partai Golkar. apapun hasil nya Golkar ya DPP," katanya