REPUBLIKA.CO.ID, BALI -- Sebanyak 51 desa dari keseluruhan 78 desa yang terdapat di Kabupaten Karangasem, Bali, berada di luar Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Agung. Sehingga yang dipastikan berada dalam radius berbahaya letusan Gunung Agung yakni sejumlah 27 desa.
"Dari 78 desa di Kabupaten Karangasem, yang tidak aman adalah 27 desa yang berpotensi terkena awan panas dan lahar jika Gunung Agung meletus, dengan jumlahnya sekitar 70 ribu jiwa pengungsi," ujar Gubernur Bali I Made Mangku Pastika dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, pada Jumat (29/9).
Sampai saat ini, jumlah pengungsi di Karangasem terus meningkat hingga mencapai 144 ribu jiwa lebih. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat yang tinggal di desa yang aman juga ikut mengungsi.
"Perkiraan kita dalam lingkaran KRB 1, KRB 2, dan KRB 3, hanya ada sekitar 70 ribu orang. Berarti ada pengungsi yang berasal dari desa aman," kata Pastika.
Ada lebih dari 75 ribu pengungsi yang berasal dari 51 desa yang aman yang ikut mengungsi. Menurutnya, tidak ada alasan bagi warga yang berasal dari desa aman untuk mengungsi. Pastika mengimbau agar warga tersebut harus dikembalikan ke desanya masing-masing.
Dalam arahannya, Gubernur Bali memerintahkan bupati dan walikota agar segera membuatkan kartu identitas pengungsi seperti Kartu Keluarga (KK) yang ditanda tangani oleh kepala desa sebagai kartu hak untuk pengungsi. Pemerintah daerah dalam tujuh hari ini juga akan mengidentifikasi warga yang tidak perlu mengungsi.
Setelah teridentifikasi, warga dari 27 desa akan ditampung di Bale Banjar, yakni semacam balai warga tradisional masyarakat Bali. K"ita harapkan Keliang Banjar untuk mempersiapkan diri menerima saudara-saudara kita yang berasal dari 27 desa yang sah menjadi pengungsi. Mereka kita tempatkan di Bale Banjar karena kalau di tenda dikhawatirkan akan kehujanan, becek, panas, debu,dan sebagainya," ujar Pastika.
Di samping itu akan ada koordinator lapangan, yakni Keliang Banjar (aparat desa). Koordinator desa adalah kepala desa, sehingga jalur komandonya jelas karena menggunakan aparat desa. Pengungsi yang di banjar akan dipasok logistik, listrik, lampu darurat, genset, tenda dapur umum, tandon air dan kebutuhan dasar pengungsi lainnya. Selain banjar, pemerintah juga akan menggunakan GOR, balai desa, dan gedung lainnya.