REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertahanan Ryamizad Ryacudu mengakui bahwa komunikasi koordinasi pengadaan senjata untuk keperluan militer dan non-militer belum berjalan dengan baik sehingga aturannya harus pada satu Undang-Undang.
"Koordinasi ini belum berjalan dengan benar, mudah-mudahan ke depan berjalan secara benar karena satu induk yaitu Menteri Pertahanan. Semua harus berpatokan pada satu UU aturan, kalau sudah kesana semua," kata Ryamizad di Gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa (3/10).
Dia menegaskan pengadaan senjata oleh instansi militer ataupun non-militer harus seizin pihaknya, dan meminta semua pihak yang menggunakan senjata harus melalui izin dari dirinya. Selain itu, Ryamizard mengatakan pengadaan senjata untuk Korps Brimob Polri yang tertahan di Bandara Soekarno-Hatta beberapa waktu lalu, telah sesuai prosedur.
Dia mengaku sudah mengetahui pengadaan senjata oleh Polri yang tertahan di bandara, dan juga sudah melakukan pembicaraan dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian ihwal senjata tersebut. "Sudah bicara dengan Kapolri. Sekarang saya minta semuanya yang memakai senjata harus seizin Menteri Pertahanan," ujarnya.
Dia mengatakan pengadaan senjata tersebut sesuai prosedur dan tinggal nanti di lapangan serah terimanya.
Ryamizard mengaku sudah melihat senjata yang dibeli Polri tersebut, yaitu pelempar granat dan gas air mata tidak ada yang digunakan untuk menghancurkan tank seperti informasi yang beredar.
Sebelumnya beredar informasi bahwa ada senjata yang ditahan Badan Intelijen Strategis (BAIS TNI) yaitu senjata Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) Kal 40 x 46 milimeter sebanyak 280 pucuk dan 5.932 butir peluru.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto membenarkan informasi yang menyebutkan bahwa senjata yang berada di Bandara Soekarno-Hatta adalah milik instansinya. Menurut Setyo, pengadaan senjata tersebut semuanya sudah sesuai dengan prosedur, mulai dari perencanaan dan proses lelang.
"Kemudian proses berikutnya ditinjau staf Irwasum dan BPKP. Sampai dengan pengadaannya dan pembeliannya pihak ketiga dan proses masuk ke Indonesia dan masuk ke pabean Soekarno-Hatta," ujarnya.
Namun, Setyo membantah penahanan tersebut karena pengadaan ini sudah diketahui Dankor Brimob Irjen Pol Murad Ismail dan BAIS TNI.