Rabu 04 Oct 2017 06:21 WIB

Assad Menangkan Perang Suriah, Israel Cemas

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Bilal Ramadhan
 Pemandangan kota yang hancur, penuh dengan puing-puing yang berserakan akibat perang saudara di kota Homs, Suriah, Ahad (9/3).  (Reuters/Thaer Al Khalidiya)
Pemandangan kota yang hancur, penuh dengan puing-puing yang berserakan akibat perang saudara di kota Homs, Suriah, Ahad (9/3). (Reuters/Thaer Al Khalidiya)

REPUBLIKA.CO.ID, JERUSALEM -- Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman mengatakan, Presiden Bashar al-Assad memenangkan perang sipil Suriah dan mendesak Amerika Serikat untuk mempertimbangkan perang ini lebih banyak saat sekutu Iran dan Hizbullah Damaskus memenangkan medan perang.

Komentar Lieberman menandai salahnya prediksi Israel, di mana pejabat tinggi Israel sejak permulaan pertempuran pada tahun 2011 sampai pertengahan 2015 secara teratur memperkirakan Assad akan kehilangan kendali atas negaranya dan akan digulingkan.

"Sekarang saya melihat antrian internasional yang panjang yang berbaris untuk merayu Assad, termasuk negara-negara Barat, termasuk Sunni moderat. Tiba-tiba semua orang ingin mendekati Assad, " kata Lieberman kepada situs berita Israel Walla, Selasa, (3/10).

Pada akhir tahun 2015, Rusia membantu Assad mengubah arus perang Suriah dengan melakukan intervensi militer yang menempatkan pasukan Moskow di lapangan di samping Iran dan kelompok gerilyawan Lebanon Hizbullah. Mereka melawan pemberontak Suriah.

Amerika Serikat telah memfokuskan operasi di Suriah lebih kepada memerangi Islamic State (IS). Israel cemas dengan posisi Assad yang makin kuat didampingi sekutunya Iran yang merupakan musuh besar Israel.

Israel berusaha meyakinkan Washington dan Moskow bahwa pengaruh Iran yang meluas adalah ancaman yang lebih besar. Dalam dasawarsa di bawah pemerintahan keluarga Assad, Suriah telah menjadi musuh Israel, dengan tentara mereka bentrok pada tahun 1948, 1967, 1973 dan 1982.

"Kami berharap Amerika Serikat akan lebih aktif di Suriah dan Timur Tengah pada umumnya. Kami berhadapan  dengan orang-orang Rusia, Iran, Turki dan Hizbullah. Ini bukan masalah sederhana untuk ditangani, setiap hari," kata Lieberman tidak menjelaskan tindakan apa yang dia cari dari administrasi Donald Trump.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement