Kamis 05 Oct 2017 13:38 WIB

Jauh di Atas HPP, Petani Pilih Jual Gabah ke Tengkulak

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Nidia Zuraya
 petani tengah menjemur gabah keringnya.
Foto: Antara/Fiqman Sunandar
petani tengah menjemur gabah keringnya.

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Harga gabah di Kabupaten Cirebon semakin melonjak jauh di atas harga pembelian pemerintah (HPP). Petani pun lebih memilih menjual harganya ke tengkulak dibanding ke Bulog.

 

Berdasarkan pantauan Republika, daerah yang sedang memasuki masa panen di antaranya di Kecamatan Kapetakan, Suranenggala dan Panguragan. Daerah-daerah itu termasuk yang terakhir memasuki panen gadu (kemarau).

 

Di daerah yang sedang panen tersebut, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sudah mencapai Rp 5.500 per kg. Sedangkan, harga gabah kering giling (GKG) menembus Rp 6.500 per kg.

 

Harga itu jauh di atas HPP yang ditetapkan dalam InpresNo 5 Tahun 2015. Dalam inpres itu disebutkan HPP GKP hanya Rp 3.700 per kg. Sedangkan HPP GKG sebesar Rp 4.600 per kg di tingkat penggilingan dan Rp 4.650 per kg di gudang Bulog.

 

Ketua Himpunan Kerukunan TaniIndonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon, Tasrip Abu Bakar, mengatakan, tingginya harga gabah disebabkan sudah berakhirnya panen raya musim gadu (kemarau). Dengan harga itu, petani bisa meraup keuntungan.

 

"Walau harganya tinggi, tapi tengkulak malah rebutan, banyak yang mau beli gabah petani," kata Tasrip kepada Republika, Kamis (5/10).

 

Dari segi produksi, tambah Tasrip, hasil panen kali ini juga bagus. Dia mencontohkan, hasil panen di Desa Dukuh, Kecamatan Kapetakan, yang baru berlangsung hari ini (Kamis), mencapai delapan sampai sepuluh ton per hektare.

 

Tasrip mengakui, sejumlah areal tanaman padi juga ada yang diserang hama kerdil hampa atau klowor. Namun,serangan itu tidak terjadi secara massal. Seperti misalnya di Kecamatan Kapetakan, dari total luas lahan sekitar 3.700 hektare, yang terkena klowor ada sekitar 300-an hektare.

 

"Tanaman yang terkena klowor, produksinya tentu berkurang. Ada yang hanya satu ton bahkan lima kuintal per hektare," terang Tasrip.

 

Ketika disinggung mengenai pembelian oleh Bulog, Tasrip menyatakan, petani saat ini lebih memilih menjual gabahnya ke tengkulak dibandingkan ke Bulog. Pasalnya, tengkulak berani membayar lebih mahal.

 

"Harga Bulog kan dibawah harga pasaran. Ya tentu petani cari (pembeli) yang lebih mahal," tutur Tasrip.

 

Salah seorang petani di Kecamatan Kapetakan, Kirno, mengaku sangat bersyukur dengan hasil panen kali ini. Apalagi, selama pelaksanaan musim tanam sempat dibayang-bayangi oleh serangan hama klowor dan ancaman kekurangan air.

 

"Alhamdulillah selamat sampai bisa panen," ujar Kirno.

 

Kirno pun mengaku hanya menjual sebagian hasil panennya untuk kebutuhan keluarganya. Sedangkan sisanya disimpannya untuk persiapan musim tanam rendeng (penghujan) mendatang.

''Saya jualnya ke tengkulak. Soalnya berani bayar mahal,'' kata Kirno.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement