REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat sebanyak 2.235 keluarga tinggal di daerah rawan bencana sehingga berpotensi terdampak bencana.
"Kita sudah membuat kajian dan memetakan kalau di Bantul itu ada sebanyak 2.235 KK (kepala keluarga) yang berada di zona merah atau rawan bencana," kata Kepala Pelaksana BPBD Bantul Dwi Daryanto, belum lama ini.
Menurut dia, ribuan keluarga yang berada di zona merah itu tersebar di seluruh wilayah Bantul, sedangkan potensi bencananya tanah longsor, banjir, angin kencang, sebab secara historis daerah tersebut sering dilaporkan terjadi bencana itu.
Ia mengatakan guna meminimalisasi korban jiwa karena dampak bencana, BPBD terus memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada warga setempat tentang potensi bahayanya serta antisipasinya melalui forum pengurangan risiko bencana (FPRB) yang ada di setiap desa. "Misalnya kalau ada tebing di sekitar mereka, harapannya ada upaya bagaimana mengatasi permasalahan itu seperti dengan membuat terasiring, dengan penanaman pohon yang bisa menopang supaya tanah tidak mudah longsor," katanya.
Selain itu, kata dia, masyarakat diharap selalu waspada terhadap ancaman bencana yang berpotensi terjadi, misalnya ketika turun hujan harus meningkatkan kewaspadaan mengingat potensi bencana banjir, tanah longsor meningkat.
Dwi Daryanto mengatakan untuk mengurangi jumlah keluarga yang tinggal di daerah rawan bencana, Pemkab Bantul mempunyai program relokasi atau memindahkan hunian warga ke lokasi yang lebih aman dan jauh dari ancaman bencana.
Akan tetapi, program relokasi setiap tahun bukanlah merupakan program utama mengingat keterbatasan anggaran, selain itu butuh pertimbangan dari berbagai pihak terutama dengan pemerintah desa setempat dan masyarakat.
"Karena kalau semua kita relokasi butuh waktu berapa tahun dan butuh berapa luasan lahan dan anggaran, kan begitu. Apalagi dalam setahun anggaran relokasi hanya untuk lima sampai 10 KK, jadi harus ada solusi lain," katanya.