REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Peretas atau hacker Korea Utara dilaporkan mencuri dokumen militer Korea Selatan, termasuk rencana untuk membunuh Presiden Korea Utara Kim Jong-un.
Anggota parlemen Korea Selatan Rhee Cheol-hee mengatakan, informasi tersebut berasal dari Kementerian Pertahanan Korea Selatan, seperti yang dilansir dari BBC, Selasa (10/10). Dokumen yang dicuri mencakup rencana kontinjensi perang yang disusun oleh AS dan Korea Selatan.
Namun, sampai saat ini Kementerian Pertahanan Korea Selatan belum berkomentar mengenai tuduhan tersebut. Rencana untuk pasukan khusus di Korea Selatan juga telah diakses, bersamaan dengan informasi mengenai pembangkit listrik dan fasilitas militer yang signifikan.
Rhee menambahkan, sekitar 235 gigabyte dokumen militer dicuri dari Pusat Data Terpadu Pertahanan. Sedangkan 80 persen lainnya masih harus diidentifikasi.
Peretasan sudah terjadi pada September tahun lalu (2016). Mei 2016 Korea Selatan mengatakan sejumlah besar data telah dicuri dan Korea Utara berkemungkinan telah memicu serangan siber. Namun hal tersebut ditolak oleh Korea Utara.
Kantor berita Korea Selatan Yonhap melaporkan bahwa Seoul telah mengalami serangan siber oleh tetangga komunisnya dalam beberapa tahun terakhir. Dalam serangan tersebut, banyak situs dan fasilitas pemerintah yang ditargetkan.
Berita bahwa Pyongyang berkemungkinan telah mengakses rencana Seoul-Washington untuk perang habis-habisan di Korea, tidak akan menurunkan ketegangan antara AS dan Korut. Kedua negara tersebut telah berselisih secara argumen mengenai kegiatan nuklir Korut, dimana AS mendesak untuk menghentikan uji coba rudal. Namun Pyongyang berjanji akan melanjutkannya.
Korea Utara baru-baru ini mengklaim telah berhasil menguji bom hidrogen, yang dapat dimuat ke rudal jarak jauh.
Dalam sebuah pidato di PBB September 2017 lalu, Presiden AS Donald Trump mengancam akan menghancurkan Korea Utara jika mengancam AS dan sekutunya. Trump mengatakan bahwa Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sedang berada dalam misi bunuh diri.