REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Presiden Kurdistan Massoud Barzani siap untuk melakukan dialog terbuka dengan pemerintah pusat di Baghdad, Irak, namun tanpa prasyarat. Dilansir dari Middle East Monitor, Selasa (11/10), hal ini disampaikan Barzani dalam sebuah pertemuan dengan pimpinan Misi Uni Eropa ke Irak, Ramn Belkwa.
Kantor Kepresidenan Kurdi mengatakan, Barzani dan Belkwa telah membahas referendum tentang pemisahan dari Irak yang diadakan pada September 2017, serta reaksi selanjutnya.
Barzani bertemu pada hari Ahad (8/10) dengan Pembicara Parlemen Irak, Salim Al-Jubouri, sebagai bagian dari upaya blok parlemen dan politik di Baghdad untuk meredakan ketegangan antara Baghdad dan Erbil.
Setelah pertemuan tersebut, Al-Jubouri memperingatkan bahwa campur tangan partai regional dalam krisis tersebut mengancam keamanan, stabilitas, dan persatuan Irak.
Pemerintah Irak menyatakan, tidak akan berdialog dengan Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG) sampai hasil referendum dibatalkan. Tuntutan ini telah ditolak oleh Erbil.
Jumat pekan lalu, Baghdad memberlakukan larangan penerbangan internasional ke dan dari wilayah tersebut setelah KRG menolak untuk mengendalikan bandara Erbil dan Sulaymaniyah ke pemerintah federal.
Pemerintah Irak mengumumkan dalam sebuah pernyataan kemarin langkah baru melawan KRG. Dewan Menteri Keamanan Nasional Irak telah memerintahkan agar semua jaringan komunikasi ditempatkan di bawah kekuasaan pemerintah federal dan untuk memindahkan markas mereka ke Baghdad.
Pernyataan tersebut merujuk pada tindakan dan keputusan lebih lanjut, tanpa memberikan rincian. Irak secara resmi meminta Iran dan Turki untuk menutup semua penyeberangan perbatasan dengan wilayah tersebut sampai pemerintah federal mengendalikan KRG.