REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pengamat Ilmu Politik dan Pemerintahan dari Universitas Katolik Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan sosok Sekda Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa menjadi Cagub Jabar 2018 alternatif mengingat basic-nya yang seorang birokrat.
"Jadi Pak Iwa itu memang satu-satunya birokrat yang muncul. Ini jabatan tertinggi dari birokrat, yakni Sekda. Menarik tentunya sebagai alternatif," kata Asep Warlan Yusuf di Bandung, Rabu (11/10).
Menurut dia, sebagai satu-satunya sosok birokrat maka Iwa Karniwa dinilai memiliki daya tarik bagi parpol maupun calon pemilih terlebih hingga kini sebagian besar parpol belum menentukan pasangan cagub/cawagub yang akan diusung di Pilgub Jabar 2018.
"Walaupun Pak Iwa sudah mendaftar sebagai bakal cagub Jabar lewat penjaringan di PDIP, namun bukan tidak mungkin partai lain pun meliriknya. Apalagi, dalam beberapa hasil survei, sosok Iwa Karniwa cukup dikenal masyarakat," kata dia.
Dalam survei terakhir yang dilakukan oleh Jaringan Masyarakat Peduli Demokrasi (JMPD) sosok Iwa Karniwa moncer di survei online yang menempatkannya di posisi teratas. Asep menjelaskan walaupun hasil survei yang digelar Jaringan Masyarakat Pemantau Demokrasi (JMPD) itu tak bisa dijadikan jaminan kemenangan, namun setidaknya menunjukkan bahwa Iwa Karniwa cukup diperhitungkan di perhelatan Pilgub Jabar 2018.
Menurut dia, tidak sedikit sosok birokrat yang akhirnya sukses saat terjun ke dunia politik, salah satunya Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Pakde Karwo, sapaan untuk Gubernur Jawa Timur juga mengawali kariernya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) hingga menempati jabatan tertinggi, yakni Sekda Jatim pada 2003-2008.
"Kemudian ada sosok mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada yang sukses memimpin Kota Bandung selama dua periode. Sebelum menjadi orang nomor satu di Kota Bandung, Dada juga sempat menduduki jabatan Sekda Kota Bandung," kata dia.
Lebih lanjut ia mengatakan, dengan daya tarik sebagai birokrat, Iwa Karniwa akan sangat tepat jika dipasangkan dengan sosok yang berlatar belakang berbeda. "Kalau dari partai atau kalangan politisi atau artis atau misalkan pengusaha yang komitmennya belum jelas. Pilihan birokrasi menjadi penarik. Sehingga sebenarnya kombinasinya bagus dengan politisi dan dunia usaha atau birokrat dan yang penting jangan homogen. Kalau beda latar belakang akan saling melengkapi," kata dia.