REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Penyelenggaraan Konferensi Internasional dan Multaqa IV Alumni Al Azhar Mesir di Islamic Center NTB pada Rabu (18/10) hingga Jumat (20/10) dirasa tepat guna menyikapi fenomena yang terjadi saat ini. Pengamat Timur Tengah Ikhwanul Kiram Mashuri mengatakan pertemuan ini sangat penting dan strategis karena munculnya dua faham ekstrimis.
Ekstrimis in, jelas mantan pemred Republika ini, seperti ekstrimis kiri tentang liberalisme, hingga tindakan yang meremehkan agama dengan sangat ekstrem. Pun dengan kelompok ekstrimis kanan yang "gemar" mengganggap kelompok yang berbeda pendapat dengan mereka adalah kelompok sesat atau kafir.
"Untuk meminimalisasi dampak dari dua ekstremis itu, Alumni Al Azhar harus muncul untuk memberikan pandangan Islam yang moderat, yang bukan hanya dibutuhkan di tingkat nasional, tapi juga internasional," ujar Kiram di Islamic Center NTB, Rabu (18/10).
Para Alumni Al Azhar, kata dia, mempunyai kapasitas dalam menyikapi fenomena-fenomena tersebut. Pasalnya, Al Azhar merupakan institusi yang cukup disegani, dengan ratusan ribu alumni yang tersebar di seluruh penjuru dunia.
Beberapa alumni Al Azhar juga memiliki peranan penting bagi negaranya masing-masing. Di Indonesia sendiri, Almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur) merupakan jebolan Al Azhar yang pernah menjabat sebagai Presiden Indonesia. Selain itu, ada juga Profesor Quraish Shihab dan Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul yang juga lulusan Al Azhar.
"Peran mereka (Alumni Al Azhar) sangat besar mewarnai Islam moderat di Indonesia," lanjut Ikhwanul.
Menurutnya, hal ini sejalan dengan yang dikatakan Wakil Ketua Ikatan Alumni Al Azhar Internasional Prof Dr Abdul Fadhil el-Qoushi saat sambutan pembukaan konferensi. Mantan Menteri Wakaf Mesir menyebutkan, para Alumni Al Azhar harus tampil untuk menampilkan wajah Islam yang positif dan menyejukkan.
Kiram melanjutkan, pemilihan NTB sebagai tuan rumah konferensi juga menjadi terobosan baru. Maklum saja, sejak penyelenggaraan konferensi pertama hingga ketiga, selalu dilaksanakan di DKI Jakarta.
NTB dianggap representasi dari model Islam yang moderat. Pengalaman akan ajaran Islam yang menekankan toleransi begitu tercipta di sini. Meski penduduk NTB, 95 persen beragama Islam, namun kerukunan antarumat berjalan dengan harmonis.
Model-model penerapan Islam yang moderat dari NTB ini bisa menjadi contoh bagi provinsi lain di Indonesia, maupun negara lain. Kiram menyebutkan rukunnya kehidupan antarumat beragama di NTB tidak bisa lepas dari peran pemimpinnya, yakni Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB).
"Prof Dr Abdul Fadhil el-Qoushi tadi sempat sebutkan, apa yang dilakukan Tuan Guru Bajang (TGB) persis yang dicontohkan Rasul ketika membentuk pemerintah di Madinah, yang banyak kelompok, tapi umat Islam mampu melindungi minoritas," ucap Kiram.