REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Apa yang dilakukan oleh Abu Mu'allaq, selain efek dari kekuatan doa juga tak terlepas dari manfaat zikir. Berzikir, mengingat Allah SWT, adalah inti dari semua ritual ibadah. Segala bentuk penghambaan dan ketaatan seorang Muslim akan hampa makna bila tidak disertai dengan berzikir.
Berzikir di sini, menurut tokoh sufi ternama, Imam al-Junaid, menghadirkan Sang Khalik di hati dan pikiran dengan segala bentuk kepasrahan dan penghormatan. Aktivitas ini akan berimbas pada munculnya rasa takut dan berdampak pada ketaatan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Di sinilah letak kebesaran zikir. "Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar." (QS al-Ankabuut [29]: 45). Rasulullah SAW dalam hadis riwayat at-Tirmidzi menyatakan, zikir memiliki keutamaan yang besar.
Berzikir adalah sebaik-baik amal, zikir ialah perbuatan yang paling berkualitas di sisi-Nya dan mampu mengangkat derajat seorang hamba lebih tinggi lagi. Rasul dalam hadis itu juga menempatkan zikir lebih utama dibanding berhadapan dengan musuh yang tanpa disertai dengan zikir.
Syekh Muhammad Shalih al-Munjid, dalam artikelnya berjudul Adab Dzikrillah, menjelaskan kelebihan zikir terletak pula pada fleksibelitasnya. Zikir tak terbatas oleh ruang dan waktu.
Kapan dan di mana saja, seseorang bisa mengingat Sang Pencipta. Karenanya, zikir merupakan amalan satu-satunya yang diperintahkan Allah untuk diperbanyak. "Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya." (QS al-Ahzab [33]: 41).
Sahabat Mu'adz bin Jabal mengatakan, kriteria para penghuni surga ialah mereka akan menyesal bila melewatkan sesaat pun tanpa berzikir. Tentunya, zikir yang berkualitas. Zikir yang memicu rasa takut, kecintaan, takwa, serta iman kepada-Nya.
Ketiadaan efek positif dari berzikir tersebut dijadikan sebagai salah satu tanda-tanda kemunafikan. Para munafik, tak lepas berzikir. Tetapi, zikir yang dilakukan tak berbekas apa pun di kehidupan nyata mereka. "Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS an-Nisaa' [4]: 142).
Syekh Shalih mengatakan, bila keimanan seseorang diumpakan sebuah pohon, akidah adalah akar yang bercokol kuat, amal salih diibaratkan ranting pohon, dan budi pekerti mulia adalah buahnya. Maka, zikir adalah air jernih yang senantiasa mengaliri dan membasahi tanaman itu.
Ini seperti riwayat dari ad-Dailami, yaitu membaca Alquran dan berzikir akan menumbuhkan keimanan di kalbu, laksana air menghidupi pohon. "Perumpaan orang yang berzikir dan tidak, seperti orang hidup dan mayat,"sabda Rasulullah di riwayat Bukhari.
Jika lidah basah oleh zikir dan hati terbentengi dengannya maka nafsu akan terjaga dari perkara yang batil. Dengan memperbanyak zikir yang khusyuk maka akan menghindarkan diri dari perbuatan dosa.
Mereka yang bergelimang dosa adalah pribadi-pribadi yang tandus dari zikir. "Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas." (QS al-Kahfi [18]: 28).