REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, lima tersangka dugaan suap terkait perekrutan dan pengelolaan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Nganjukditahan di tempat terpisah. Penahanan sendiri dilakukan untuk kepentingan penyidikan.
"Untuk Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman ditahan di Rutan KPK untuk 20 hari pertama," kata Febri, Jumat (27/10).
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk, Ibnu Hajar di Rutan Polres Jakarta Timur, Kepala Sekola SMPN 3 Ngronggot Suwandi di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan, Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk Mokhamad Bisri si Rutan Pomdam Jaya Guntur dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk Haryanto di Rutan Salemba Jakarta.
Adapun, Bupati NganjukTaufiqurrahman usai diperiksa malam tadi sempat minta maaf dan menyatakan menghormati proses hukum yang tengah dilakukan KPK ini."Saya minta maaf kepada masyarakat Nganjuk. Dan saya harus menghormati hukum," kata dia singkat.
Taufiqurrahman mengaku tak tahu menahu mengenai uang diduga suap sebesar Rp298 juta, yang diserahkan kedua anak buahnya di Hotel Borobudur, Jakarta. "Saya tidak tahu," ucapnya.
KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini, mereka adalah Bupati Nganjuk Taufiqurahman,Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk, Ibnu Hajar dan Kepala Sekola SMPN 3 Ngronggot Suwandi sebagai penerima suap. Sementara dua tersangka lainnya yang diduga memberikan suap adalah Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk Mokhamad Bisri dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk Haryanto.
Diduga telah terjadi praktik suap kepada Bupati Nganjuk melalui beberapa orang kepercayaan Bupati terkait perekrutan dan pengelolaan ASN/PNS di kabupaten Nganjuk Tahun 2017. Total uang yang diamankan adalahuang sejumlah Rp298,2 juta di dalam dua tas berwarna hitam, Rp 149 juta dari tangan Ibnu Hajar dan Rp 148 juta dari Suwandi.
Sebagai pihak penerima suap Taufiqurrahman, Ibnu Hajar dan Suwandi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor.
Sebagai pihak pemberi Mokhamad Bisri dan Haryanto disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.