REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Para kader Partai Golkar di Jawa Barat yang berada di "arus bawah" menyesalkan keputusan DPP Golkar yang merekomendasikan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dan Daniel Muttaqien untuk maju pada Pemilihan Gubernur Jabar 2018. Menurut mereka, hal itu tidak sesuai dengan keputusan Rapimda DPD Partai Golkar Jabar pada April lalu.
"Aspirasi kami ialah agar DPP Golkar merekomendasikan kang Dedi Mulyadi pada Pilgub Jabar," kata Ketua Pengurus Golkar Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung, Yayan Heryana, dalam siaran pers yang diterima di Purwakarta, Senin.
Hal tersebut sesuai dengan Keputusan Rapat Pimpinan Daerah DPD Partai Golkar Jawa Barat pada 26 April di Karawang. Dalam rapat tersebut diperoleh keputusan bahwa seluruh kader mendorong Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi sebagai calon Gubernur Jawa Barat untuk disetujui oleh DPP Golkar.
"Saat itu kami diundang untuk mengawal Rapimda yang sebelumnya disampaikan kepada DPD Kabupaten/Kota. Sesuai aspirasi kami, kang Dedi Mulyadi menjadi satu-satunya yang diusulkan untuk mendapatkan rekomendasi DPP Golkar," katanya.
Tetapi, kata dia, hal yang justru mengherankan, kenapa tidak ada nama Dedi Mulyadi dalam rekomendasi DPP Partai Golkar, yang saat itu disampaikan Idrus Marham.
Menurut Yayan, selama ini Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi berhasil membangun spirit kader untuk membangun konsolidasi internal dan eksternal partai. Secara pribadi, Dedi pun mencontohkan dalam berbagai kegiatan safari budaya yang sering digelar.
Hal itulah yang menjadikan para kader Golkar di pelosok desa tergerak untuk melakukan hal yang sama meski dengan berbagai sumber daya yang terbatas.
"Kami menyambangi rumah ke rumah, satu per satu persoalan warga kami selesaikan, baik tenaga dan materi itu modal kami kader di bawah. Itu kami lakukan karena malu kepada kang Dedi yang bergerak langsung, turun dari desa ke desa. Ini DPP Golkar menutup mata terhadap kinerja kami bersama kang Dedi," katanya.
Hal yang sama diungkapkan oleh Dadang Mulyawan, Ketua Pengurus Golkar Kecamatan Palasah, Majalengka. Ia menyayangkan sikap DPP Partai Golkar yang tidak mempertimbangkan suara kader. Padahal, menurut dia, Partai Golkar dibesarkan oleh 'saham' kader.
"Kalau kami tidak bekerja di lapangan, DPP Golkar mau mengandalkan siapa. Misalnya rekomendasi itu turun kepada orang lain, kalau kami tidak mau bekerja, mau apa," kata dia.