REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban, Prof Din Syamsuddin, mempunyai tugas untuk memromosikan kerukunan antaragama di dalam dan luar negeri. Namun, untuk menciptakan kerukunan antaragama di Indonesia, ada beberapa faktor yang menjadi hambatan.
"Hambatannya dari faktor-faktor nonagama. Seperti kesenjangan sosial, ekonomi dan politik yang bersikap sektarian. Maka, kerukunan sejati akan sulit terwujud," kata Prof Din usai berdialog dengan jajaran Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) di Kantor KWI, Selasa (31/10).
Din mengatakan, para tokoh agama-agama membangun kerukunan dan perdamaian. Kemudian dirusak oleh faktor-faktor non agama. Ia menegaskan, tidak ingin hal seperti ini terjadi.
"Meski demikian, semuanya harus optimis. Sebab, agama-agama di Indonesia mengajarkan kerukunan, kasih sayang dan perdamaian. Juga punya komitmen terhadap Negara Pancasila yang Berbhineka Tunggal Ika," ujarnya.
Din yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI menerangkan, faktor-faktor yang mengganggu terwujudnya kerukunan sejati, diharapkan dapat diselesaikan oleh pihak-pihak lain, termasuk oleh negara. Sebab, hal tersebut di luar tugas pokok dan fungsi utusan khusus presiden.
"Selama faktor-faktor pengganggu non agama seperti kesenjangan sosial, ekonomi dan politik yang bersikap sektarian masih ada. Maka, sulit untuk kita wujudkan kerukunan sejati," ujarnya.
Dia mengungkapkan, saat terjadi kesenjangan sosial, ekonomi dan politik yang bersikap sektarian. Maka, sebagian masyarakat akan mudah melibatkan agama. Sehingga, menjadi kendala mewujudkan kerukunan sejati di Indonesia.