REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla menanggapi sikap Partai Amanat Nasional (PAN) yang menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Ormas No 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Menurutnya, sikap PAN tersebut tidak etis dilakukan karena partai tersebut merupakan bagian dari koalisi pemerintah.
"Kurang etis ya itu. Tapi, itu hak demokrasi masing-masing, menteri yang ada di kabinet dan di fraksi juga bisa beda pendapat. Itu bisa terjadi," ujar Jusuf Kalla ketika ditemui di kantornya, Selasa (31/10).
Jusuf Kalla mengaku belum bisa menilai apakah sikap PAN tersebut akan membahayakan dan berdampak terhadap koalisi partai pendukung pemerintah. "Saya belum tahu itu," katanya.
Perppu Ormas akhirnya disahkan oleh DPR sebagai undang-undang melalui Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10). Tercatat tujuh fraksi yang menerima Perppu tersebut sebagai undang-undang, yakni fraksi PDI-P, PPP, PKB, Golkar, Nasdem, Demokrat dan Hanura.
Namun Fraksi PPP, PKB dan Demokrat menerima Perppu tersebut dengan catatan agar pemerintah bersama DPR segera merevisi Perppu yang baru saja diundangkan itu. Sementara itu tiga fraksi lainnya, yakni PKS, PAN dan Gerindra menolak Perppu Ormas karena menganggap bertentangan dengan asas negara hukum karena menghapus proses pengadilan dalam mekanisme pembubaran ormas.