REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hingga saat ini, umat Islam di Yunani masih merasakan dampak perjanjian tersebut. Ada ketimpangan yang nyata dalam sejumlah persoalan. Menyangkut masjid, misalnya, di Western Thrace dan Pulau Rhodes serta Kos, sekitar 290 masjid beroperasi.
Sementara, tidak ada masjid untuk sekitar 200 ribu Muslim di Athena. Izin pembangunan masjid sempat diberikan Pemerintah Yunani pada 2000 setelah lobi panjang selama beberapa dekade. Masjid ini rencananya didanai Arab Saudi.
Namun, konstruksi masjid yang akan dibangun di pinggiran Peania itu belum dimulai akibat pengaruh dari Gereja Ortodoks Yunani. Mereka tidak siap menerima masjid di tengah negara Kristen Ortodoks.
Penolakan juga datang dari wali kota dan penduduk setempat. Mereka mengklaim, masjid akan menjadi salah satu bangunan yang pertama kali terlihat dari bandara, sehingga merusak citra dan karakter Yunani sebagai mayoritas Ortodoks. Mereka juga mengklaim, Muslim keberatan dengan lokasi yang jauh. Sekitar satu jam dari pusat Kota Athena untuk shalat Zhuhur atau Jumat.
Perjanjian Lausanne juga berimbas pada kesulitan terhadap area pemakaman. Satu-satunya pemakaman Muslim terletak di Thrace Barat. Tapi, beberapa Muslim mengaku keberatan dengan kebijakan ini. Khususnya, mereka yang tidak memiliki cukup uang untuk melakukan perjalan ke Thrace atau negara lain untuk melakukan pemakaman.