Kamis 04 Aug 2022 19:19 WIB

Tolak Akui Mufti Terpilih, Turki Kecam Yunani

Tolak pengakuan terhadap mufti terpilih, Yunani dinilai langgar perjanjian Lausanne.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Muslim Yunani
Muslim Yunani

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Turki mengecam langkah terbaru Yunani yang menolak untuk mengakui ulama Muslim terpilih (mufti) minoritas Turki. Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan penolakan itu tidak bisa diterima karena Yunani harus menghormati hukum internasional dan memenuhi kewajibannya berdasarkan Perjanjian Perdamaian Lausanne.

Hal itu Kemenlu Turki sampaikan menyusul undang-undang baru Yunani yang memungkinkan penunjukan mufti oleh otoritas Yunani. Ini sistem yang ditolak oleh minoritas Turki di Thrace Barat, karena mengabaikan hak minoritas Turki di bawah perjanjian untuk memilih mufti mereka sendiri.

Baca Juga

Wilayah Thrace Barat Yunani di timur laut negara itu, dekat perbatasan Turki, adalah rumah bagi minoritas Muslim Turki yang telah lama berdiri. Berjumlah sekitar 150 ribu atau sekitar sepertiga dari populasi. Hak-hak orang Turki di Thrace Barat dijamin di bawah Perjanjian Lausanne 1923, tetapi sejak itu situasinya terus memburuk.

Kantor mufti Muslim terpilih juga mengecam tindakan yang dikatakan melanggar hak-hak minoritas yang dijamin oleh perjanjian. Kantor mufti Muslim terpilih Xanthi (Iskeçe), timur laut Yunani, menekankan, berdasarkan Perjanjian Lausanne, minoritas Turki di Thrace Barat memiliki hak untuk memilih mufti mereka sendiri. Tetapi Yunani tidak secara resmi mengakui mufti yang dipilih oleh minoritas.

"Langkah Yunani bertentangan dengan Lausanne, pakta yang berlaku selama hampir 100 tahun, dan perjanjian internasional lainnya," kata dia seperti dilansir Daily Sabah, Kamis (4/8/2022).

Kemenlu Turki menyatakan, pelanggaran Yunani terhadap Perjanjian Lausanne juga pada aspek pendidikan. Yunani menutup empat sekolah dasar milik minoritas Muslim Turki yang tinggal di Thrace Barat.

"Dengan keputusan terakhir ini, lebih dari separuh sekolah dasar minoritas telah ditutup. Dengan demikian, kebijakan Yunani untuk menutup sekolah dasar milik Minoritas Muslim Turki di Trakia Barat melalui 'penangguhan sementara' terbukti sistematis," kata Kemenlu Turki.

Pihak berwenang Yunani menutup lebih dari 126 sekolah minoritas Turki di wilayah Thrace Barat, yang melanggar perjanjian internasional dalam 10 tahun terakhir. Mereka memberlakukan tindakan pembatasan terhadap siswa yang menghadiri sekolah-sekolah ini.

Yunani meluncurkan program pendidikan pada 2011 untuk memangkas biaya dan mulai menggabungkan sekolah dengan jumlah siswa yang sedikit. Ini secara drastis mengurangi jumlah sekolah dari 1.933 menjadi 877. Pada tahun 2020 saja, sekitar 14 sekolah yang dihadiri oleh siswa minoritas Turki ditutup.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement