Rabu 01 Nov 2017 02:15 WIB

Menhub Tegaskan Permenhub Akomodir Daring dan Konvensional

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Budi Raharjo
Suasana demo sopir taksi daring di depan Kementerian Perhubungan, Rabu (25/10) menolak lima poin mengenai stiker mobil, pembatasan wilayah, kode khusus pelat nomor, uji KIR ketrik, dan pasal yang dianulir Mahkamah Agung (MA).
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Suasana demo sopir taksi daring di depan Kementerian Perhubungan, Rabu (25/10) menolak lima poin mengenai stiker mobil, pembatasan wilayah, kode khusus pelat nomor, uji KIR ketrik, dan pasal yang dianulir Mahkamah Agung (MA).

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Permenhub 108/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek tengah menuai protes. Namun, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, meyakinkan kalau kehadiran Permenhub itu untuk mengakomodir kepentingan kedua belah pihak.

"Ini memang jadi satu dilematis, ada dua kubu satu narik ke kanan satu narik ke kiri, kita berusaha di tengah, riuh karena memang dua sisi menarik," kata Budi usai menjadi pembicara Emtek Goes to Campus di Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada, Selasa (31/10).

Ia menerangkan, peraturan ini akan membuat pengemudi taksi daring yang selama ini tidak memiliki legitimasi menjadi punya legitimasi. Budi mengatakan, itu akan membuat para pengemudi taksi daring tidak lagi diganggu-gugat tentang ada tidaknya legitimasi mereka untuk beroperasi.

Sedangkan, lanjut Budi, dari sisi lain peraturan itu akan memberikan pengemudi taksi konvensional yang selama ini sudah ada terlindungi. Artinya, operasional taksi-taksi tidak hanya dikuasai pengemudi-pengemudi daring, sehingga keduanya bisa tetap beroperasi. "Ini berbalikan, yang sini merasa tidak puas, yang sini merasa tidak puas, tapi one day mereka akan puas," ujar Budi.

Terkait pembatasan wilayah, ia menekankan, Kementerian Perhubungan memang akan memberikan konsep masing-masing daerah. Tapi, untuk keputusannya, Budi mengaku akan menyerahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah (Pemda), mengingat Pemda memang lebih memahami kondisi lapangan masing-masing.

Walau mulai berlaku per 1 November 2017, ia mengingatkan kalau ini memang masih memasuki masa transisi, sehingga saat ini fokusnya memang masing sosialisasi. Untuk waktu sosialisasi, Budi belum bisa menentukan dan hanya memperkirakan sekitar satu atau dua bulan.

Menurtu Budi, salah satu yang perlu dipahami penerapan tarif atas bawah serta pembatasan kuota manfaatnya untuk kedua belah pihak, daring dan konvensional. Sedangkan, selama masa transisi, ia mengaku memang akan tetap ada penegasan yang diberlakukan. "Untuk KIR sama SIM itu harus segera, kita kasih waktu lebih pendek, sebulan," kata Budi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement